Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kala Ramalan Cuaca dan AIDS Diusulkan Masuk Kurikulum Indonesia...

Kompas.com - 13/02/2022, 13:23 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan tentang kurikulum kembali mengemuka setelah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) meluncurkan Kurikulum Merdeka.

Kurikulum itu mulai diterapkan pada Tahun Ajaran 2022/2023.

Lewat kurikulum ini, siswa SMA (Sekolah Menengah Atas), SMA LB (Luar Biasa), dan Madrasah aliyah (MA), bisa memilih kombinasi mata pelajaran sesuai dengan minatnya. Selain itu, Kurikulum Merdeka tidak akan membuat sekat-sekat penjurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa yang selama diterapkan kepada para pelajar SMU.

Utak-atik kurikulum sudah akrab dengan masyarakat Indonesia. Malah masyarakat menganggap jika menteri pendidikan berganti maka kurikulum juga bakal berubah.

Baca juga: Ini Beda Kurikulum Merdeka dengan Kurikulum Sebelumnya Bagi Anak SMA

Padahal, pergantian kurikulum membawa dampak besar kepada arah pendidikan dan perkembangan bangsa.

Selain itu, sejumlah lembaga kerap mengusulkan penambahan bobot dalam kurikulum dengan berbagai macam alasan. Contohnya pada 24 Februari 1975 silam, dalam seminar ramalan cuaca yang digelar oleh Pusat Meteorologi dan Geofisika (kini BMKG), Lembagan Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), serta TNI Angkatan Udara.

Dalam seminar itu diusulkan kepada pemerintah supaya pengetahuan tentang meteorologi perlu dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah menengah.

Penambahan materi kurikulum juga dilakukan dalam Lokakarya Pengembangan Paket KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) Pencegahan Penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus) melalui Jalur Pendidikan di Nusa Dua, Bali, yang digelar pada 18 Maret 1996.

Baca juga: Nadiem Makarim: Ini Keunggulan Kurikulum Merdeka

Pelajaran tentang AIDS dimasukkan ke dalam kurikulum nasional karena dianggap sebagai cara paling efektif guna menanggulangi serangan penyakit ganas tersebut. Karena selain belum ditemukan vaksinnya, AIDS juga potensial menulari generasi muda.

Namun, pengajaran AIDS di sekolah-sekolah tidak dilakukan dengan mengubah kurikulum, melainkan hanya diinsersi ke dalam pelajaran Olahraga dan Kesehatan, Ilmu Pengetahuan Alam atau ke dalam muatan lokal bagi daerah-daerah rawan AIDS.

Materi tentang AIDS itu akan diberikan kepada para murid sekolah dasar, siswa SMTP dan SMTA, pendidikan informal, serta mahasiswa.

Menurut Sekretaris Komisi Nasional Penanggulangan AIDS, Dr Suyono Yahya MPH, pengajaran HIV/AIDS kepada para murid, terutama dalam pendidikan dasar dan menengah, dititikberatkan pada pengetahuan dan berbuat untuk diri sendiri serta orang lain untuk menangkal AIDS.

"Pengetahuan dan perubahan perilaku terhadap AIDS tidak akan berhasil tanpa pendidikan dan informasi. Untuk itulah pendidikan seks sebenarnya perlu. Namun tidak dalam pengertian berhubungan seks, karena sudah terbukti orang-orang yang mendapat pendidikan seks bisa menghindarkan diri dari kemungkinan perilaku seks bebas," kata Suyono Yahya.

Berita ini sudah tayang pada surat kabar KOMPAS edisi 28 Februari 1975 dan 18 Maret 1996 dengan judul: Meteorologi Disarankan Masuk Kurikulum dan AIDS Masuk Kurikulum Nasional

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com