JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan menyiapkan opsi untuk sekolah menengah atas menggunakan Kurikulum Merdeka mulai Tahun Ajaran 2022/2023.
Lewat kurikulum ini, siswa SMA (Sekolah Menengah Atas), SMA LB (Luar Biasa), dan Madrasah aliyah (MA), bisa memilih kombinasi mata pelajaran sesuai dengan minatnya.
Penerapan Kurikulum Merdeka tidak akan mengotakkan siswa berdasarkan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.
Menurut Nadiem, Kurikulum Merdeka yang sebelumnya disebut sebagai Kurikulum Prototipe ini akan memberikan otonomi dan kemerdekaan bagi siswa dan sekolah.
“Di dalam program SMA sekarang tidak ada lagi program peminatan untuk yang memiliki Kurikulum Merdeka. Ya tidak ada lagi jurusan, kejuruan atau peminatan,” kata Nadiem saat peluncuran Kurikulum Merdeka secara virtual, Jumat (11/2/2022).
Baca juga: Nadiem: Tujuan Kurikulum Merdeka untuk Recovery dari Learning Loss akibat Pandemi Covid-19
Kurikulum Merdeka membebaskan siswa memilih mata pelajaran yang diminatinya di dua tahun terakhir saat SMA.
“Ini salah satu keputusan atau choice atau pemilihan yang bisa diberikan kemerdekaan bagi anak-anak kita yang sudah mulai masuk dalam umur dewasa untuk bisa memilih,” sebutnya.
Aturan mengenai penerapan Kurikulum Merdeka tertuang dalam Keputusan Mendikbud Ristek Nomor 162/M/2021 tentang Sekolah Penggerak.
Menurut Nadiem, konsep Kurikulum Merdeka juga sudah banyak dipakai di negara-negara maju. Dengan Kurikulum Merdeka, guru akan diberikan kewenangan untuk menentukan alur pembelajaran.
Baca juga: Selain Kurikulum Merdeka, Masih ada 2 Kurikulum Lainnya
“Jadinya guru ini bisa memilih kalau misalnya guru itu merasa dia mau lebih cepat, itu bisa. Kalau guru itu merasa dia mau pelan-pelan dikit untuk memastikan dari ketinggalan, juga bisa,” jelas Nadiem.
Kurikulum Merdeka yang dirancang lebih sederhana dan fleksibel disebut akan semakin membuat siswa lebih aktif.
Hal tersebut lantaran jenis-jenis aktivitas yang ada di dalam kurikulum ini lebih relevan dan banyak memberikan ruang untuk tugas berbasis proyek atau project base.
“Ini adalah skill-skill yang akan dibutuhkan anak itu pada saat dia keluar. Dia harus bisa bekerja secara kelompok,” tutur Nadiem.
“Dia harus bisa menghasilkan suatu hasil karya. Dia harus bisa berkolaborasi dan memikirkan hal-hal secara kreatif,” imbuhnya.