JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia dan Singapura resmi menyepakati perjanjian ekstradisi.
Perjanjian tersebut ditandatangani Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (26/1/20222), setelah diupayakan pemerintah sejak 1998.
“Setelah melalui proses yang sangat panjang, akhirnya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini dapat dilaksanakan,” kata Yasonna melalui siaran pers, Selasa.
Menurut perjanjian, ada 31 jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi, di antaranya pelaku tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan terkait terorisme.
Baca juga: Perjanjian Ekstradisi Diteken, Koruptor hingga Teroris Tak Lagi Bisa Bersembunyi di Singapura
Melalui perjanjian ini, para koruptor, bandar narkoba, hingga donatur aksi terorisme yang menjalankan aksinya di Indonesia mestinya tidak bisa lagi bersembunyi di Singapura.
Mengacu Pasal 78 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif yang berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya atau berlaku selama 18 tahun ke belakang.
Lantas, apa yang dimaksud dengan ekstradisi itu sendiri? Apa beda ekstradisi dengan deportasi?
Perihal ekstradisi selengkapnya diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi.
Pasal 1 UU itu menyebutkan, "ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya".
Baca juga: Ekstradisi RI-Singapura Ditandatangani, KPK Segera Koordinasi Panggil Tersangka E-KTP Paulus Tanos
Sementara, Guru Besar Ilmu Hukum Internasional Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita, dalam bukunya "Hukum tentang Ekstradisi" mengemukakan, ekstradisi merupakan suatu proses formal di mana seorang pelaku kejahatan diserahkan kepada suatu negara tempat kejahatan dilakukan untuk diadili atau menjalani hukuman.
Sederhananya, esktradisi adalah proses penyerahan tersangka atau terpidana yang ditahan di negara lain kepada negara asal, agar tersangka dihukum sesuai peraturan yang berlaku di negara asal.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 1979, ekstradisi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian. Apabila perjanjian belum terbentuk, maka ekstradisi bisa dilakukan atas dasar hubungan baik antara Indonesia dengan negara lain.
Mengacu UU, yang dapat diekstradisi ialah orang yang diminta oleh pejabat berwenang karena disangkakan melakukan kejahatan, atau untuk menjalani pidana, atau menjalani perintah penahanan.
Baca juga: MAKI Berharap Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Tak Hanya di Atas Kertas
Ekstradisi dapat juga dikenakan pada orang yang disangka melakukan atau telah
dipidana karena membantu, mencoba, dan melakukan mufakat kejahatan, sepanjang pembantuan, percobaan, dan permufakatan jahat itu dapat dipidana menurut hukum NKRI dan hukum negara yang meminta ekstradisi.
"Ekstradisi dapat juga dilakukan atas kebijaksanaan dari negara yang diminta terhadap kejahatan lain yang tidak disebut dalam daftar kejahatan," bunyi Pasal 4 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1979.