JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut selama 7 tahun memimpin Presiden Joko Widodo hanya menempatkan isu pemberantasan korupsi sebatas jargon.
Hal itu disampaikan Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyusul tidak masuknya RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas Prioritas 2022.
“ICW mendesak agar Presiden Joko Widodo tidak hanya lip service terkait rencana pengundangan RUU Perampasan Aset,” tutur Kurnia pada Kompas.com, Senin (20/12/2021).
Sebab, ada upaya saling lempar tanggung jawab antara DPR dan pemerintah terkait proses pembahasan RUU Perampasan Aset.
Baca juga: Pemerintah dan DPR Dinilai Khawatir RUU Perampasan Aset Jadi Bumerang
Pemerintah mengklaim sudah mengajukan RUU tersebut sebagai prioritas. Di sisi lain, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Achmad Baidowi menyebut pemerintah tidak mengajukan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas Prioritas 2022.
Melihat situasi tersebut, Kurnia pesimis bahwa proses legislasi RUU tersebut akan berjalan lancar.
“Sebab rekam jejak DPR selama ini jarang memprioritaskan undang-undang yang memperkuat penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi,” kata dia.
Baca juga: Bahar bin Smith Sindir Jenderal Baliho Tak Turun ke Semeru, Ini Penjelasan Pengacara
Kurnia menegaskan pengesahan RUU Perampasan Aset penting segera dilakukan. Sebab selisih kerugian keuangan negara dengan pidana pengganti dalam tindak pidana korupsi, timpang.
“Dalam catatan ICW kerugian keuangan negara tahun 2020 mencapai Rp 56 triliun sedangkan uang penggantinya hanya Rp 19 triliun,” ungkap dia.
“Ini membuktikan bahwa pendekatan hukum pidana yang menggunakan in personam belum terbukti ampuh untuk memulihkan kerugian keuangan negara,” pungkas Kurnia.
Diketahui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah telah mengajukan RUU Perampasan Aset sebagai prioritas.
Baca juga: Ketika DPR Diminta Mengerti Pentingnya RUU Perampasan Aset untuk Berantas Korupsi
Namun karena tidak masuk dalam Prolegnas 2021, ia menyebut ada ketidaksetujuan dari DPR atas pengajuan itu.
Sementara Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Achmad Baidowi tak ingin DPR dianggap sebagai satu-satunya pihak yang disalahkan atas macetnya pembahasan RUU tersebut.
Ia menegaskan, justru pemerintah yang tak mengajukan RUU Perampasan Aset sebagai prioritas.
“Ya kalau enggak diajukan, kenapa kita mau menyetujui. Jadi jangan semuanya DPR menjadi sasaran,” ucap dia.
Pembahasan RUU Perampasan Aset kembali menjadi perhatian pasca Presiden Jokowi mengatakan komitmen pemerintah untuk mendorongnya untuk segera dibahas dan diundangkan.
Keterangan itu disampaikan Jokowi saat menghadiri peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (9/12/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.