Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Tersangka Korupsi Tabungan Wajib Perumahan AD, Ini Peran Brigjen YAK

Kompas.com - 11/12/2021, 08:25 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Kejaksaan Agung menetapkan Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI berinisial YAK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) periode 2013-2020.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, Brigjen YAK diduga menggunakan dana TWP AD untuk kepentingan pribadi.

Menurut Leonard, Brigjen YAK selaku Direktur Keuangan TWP AD sejak Maret 2019 itu diduga mengeluarkan uang Rp 127.736.000.000 dari rekening TWP AD ke rekening pribadi.

Baca juga: Kasus Korupsi TWP AD, Kerugian Negara Mencapai Rp 127,7 Miliar

Kemudian, YAK mengirimkan uang tersebut kepada pihak swasta yang berinisial NPP selaku Direktur Utama PT Griya Sari Harta (GHS) yang juga ditetapkan sebagai tersangka.

Saat itu, kata Leonard, YAK berdalih uang tersebut untuk pengadaan kavling perumahan bagi prajurit TNI AD.

"Selanjutnya tersangka menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi," ujar Leonard, dalam konferensi pers secara daring, Jumat (10/12/2021). 

Sementara, tersangka NPP berperan menerima uang dari YAK dan menggunakannya untuk kepentingan pribadi dan korporasi.

Saat ini, NPP ditahan di rumah tahanan negara (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.

"Tersangka Brigjen TNI YAK ini telah dilakukan penahanan di Institusi Tahanan Militer Pusat Polisi Militer TNI AD sejak 22 Juni sampai saat ini," kata dia.

Baca juga: Jadi Tersangka Korupsi TWP AD, Brigjen YAK Diduga Gunakan Rp 127,7 Miliar untuk Kepentingan Pribadi

Leonard menjelaskan, kasus ini bermula saat ditemukannya penempatan dana TWP AD yang tidak sesuai dengan ketentuan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/181/III/2018 tertanggal 12 Maret 2018.

YAK disebut menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi dan kerja sama bisnis dengan tersangka NPP selaku Direktur Utama PT GHS.

Kemudian, dengan A selaku Direktur PT Indah Bumi Utama dan Kolonel CZI purn CW dan KGSM dari PT Artha Mulia Adi Niaga.

Adapun, dana TWP AD yang disalahgunakan kedua tersangka termasuk domain keuangan negara sehingga mengakibatkan kerugian negara.

"Sumber dana TWP adalah gaji prajurit TNI AD yang dipotong dengan sistem autodebet langsung dari gaji prajurit sebelum diserahkan," ucap Leonard.

"Sehingga negara harus terbebani dengan kewajiban mengembalikan uang yang telah disalahgunakan tersebut kepada prajurit," tutur dia.

Baca juga: Dana TWP AD yang Diduga Dikorupsi Brigjen YAK Berasal dari Gaji Prajurit

Leonard mengatakan, kerugian negara yang timbul dalam kasus ini sebesar Rp 127.736.000.000.

Kedua tersangka dikenakan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 3 jo Pasal 8 jo Pasal 18 Undang-Undang 31 tahun 1996 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang 20 tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com