Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Sidang MK, Pakar Nilai Putusan DKPP Bersifat Rekomendasi

Kompas.com - 30/11/2021, 19:13 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menilai, putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tidak seperti putusan peradilan, melainkan bersifat rekomendasi.

Hal ini Zainal sampaikan dalam sidang uji materi Pasal 458 Ayat (13) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 yang diajukan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik dan Arief Budiman di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasal tersebut mengatur bahwa putusan DKPP bersifat final dan mengikat.

"Kata final dan mengikatnya itu tidak serta merta bisa disamakan dengan konteks putusan peradilan. Saya membayangkan sebagai sebuah putusan administratif," kata Zainal dalam persidangan virtual yang ditayangkan YouTube MK RI, Selasa (28/11/2021).

Baca juga: Mendagri Sebut Putusan DKPP Bersifat Final dan Mengikat, Tak Membuatnya Jadi Lembaga Superior

"Kalau misalnya dia dibaca dalam keputusan administratif, maka sangat mungkin dia didekatkan pada keputusan yang bersifat rekomendatif," tuturnya.

Menurut Zainal, sifat rekomendasi putusan DKPP serupa dengan putusan Ombudsman.

Ia mengatakan, laporan hasil pemeriksaan Ombudsman bersifat administratif, tapi konteksnya tetap rekomendasi.

Zainal mengaku paham bahwa MK melalui Putusan Nomor 31 Tahum 2013 pernah menyatakan bahwa sifat final dan mengikat dari Putusan DKPP dimaknai sebagai final dan mengikat bagi presiden, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan seterusnya.

Namun menurut dia, final dan mengikat bersifat rekomendatif administratif.

"Kalau misalnya itu dibawa ke proses peradilan tata usaha negara, saya mengatakan ya silakan, sangat mungkin karena itu konsepnya adalah rekomendasi," kata dia.

Baca juga: Mendagri: Putusan Final dan Mengikat DKPP Tidak Bisa Disamakan dengan Lembaga Peradilan Umum

Selanjutnya, sambung Zainal, apabila Putusan DKPP dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), maka Putusan PTUN itu mengikat seluruh pihak, termasuk DKPP.

Oleh karenanya, apabila Putusan PTUN tak dijalankan, Zainal menilai DKPP dapat disebut melanggar hukum.

"Saya bahkan mengatakan bahwa jika putusan itu sudah inkrah maka perbuatan yang dilakukan tidak menaati putusan peradilan pun oleh DKPP itu sama dengan perbuatan melawan hukum seperti yang dicantumkan dalam Undang-undang 30 Tahun 2014," kata dia.

Adapun uji materi Pasal 458 Ayat (13) UU Pemilu diajukan Arief Budiman dan Evi Novida ke MK pada Juni 2021 lalu.

Menurut Arief, pasal tersebut tidak saja merugikan hak konstitusional, tetapi juga merenggut hak asasi manusia para pemohon yang dilindungi oleh konstitusi.

"Keberadaan pasal yang sampai saat ini masih menjadi dalil DKPP atau setidaknya oleh sejumlah anggota DKPP itu ternyata dipergunakan untuk tidak mengakui Evi Novida Ginting sebagai anggota KPU yang sah meskipun telah ada Putusan PTUN Jakarta yang membatalkan Keppres tindak lanjut atas putusan DKPP," kata Arief Budiman melalui keterangan pers, Rabu (23/6/2021).

Baca juga: Mendagri Tegaskan Keputusan DKPP Bersifat Final dan Mengikat bagi Penyelenggara Pemilu

Arief juga mengaku mengalami kerugian atas putusan DKPP yang menilainya melanggar etika karena mendampingi Evi Novida di PTUN Jakarta.

Padahal, menurut dia, hal itu sebagai upaya memastikan anggotanya, dalam semangat kolektif kolegial, mendapatkan hak atas pengadilan yang adil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com