JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus cekcok antara ibu anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan dan seorang perempuan yang mengaku sebagai keluarga jenderal TNI dinilai dapat menjadi pelajaran bagi pejabat publik dan keluarganya untuk tidak mempertontonkan arogansi.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, pejabat publik dan keluarganya semestinya menunjukkan sikap sebagai teladan saat berada di tengah publik.
"Menurut saya ini harus hati-hati kepada para pejabat publik untuk tidak mempertontonkan arogansinya, tidak mempertontonkan kekuasaannya, power-nya, kemudian juga harus betul-betul menjadi suri tauladan, menjadi pengayom," kata Trubus saat dihubungi, Selasa (23/11/2021).
Baca juga: Cekcok Ibunda Arteria Dahlan dan Persoalan Protokoler-Mobil Dinas TNI
Trubus menuturkan, sikap-sikap arogan di mana seseorang merasa berkuasa dan merasa dirinya hebat semestinya diminimalisasi karena tidak sesuai dengan kesantunan publik.
Menurut dia, sikap tersebut dapat menyebabkan kegaduhan dan berakibat panjang yakni membuat masyarakat merasa direndahkan.
"Jadi enggak boleh, entah dia mengaku anak jenderal, entah dia anaknya anggota dewan atau apa enggak boleh, justru di sinilah kemudian dia menunjukkan sikap-sikap yang low profile, mengayomi sama masyarakat," ujar Trubus.
Pendapat serupa diutarakan oleh peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus yang menilai peristiwa cekcok itu menunjukkan arogansi keluarga pejabat.
Baca juga: Cekcok di Bandara, Arteria: Anak Jenderal Bintang Tiga Kok Bisa Atur-atur Protokoler TNI?
Lucius mengatakan, pejabat di era modern sejatinya adalah pelayan publik sehingga semakin tinggi jabatan yang disandang maka tanggung jawab sebagai pelayan publik akan semakin besar.
"Karena itu menjadi pejabat mestinya harus menyadari tanggung jawab sebagai pelayan publik itu sehingga kerendahan hati menjadi tuntutan. Pejabat yang arogan jelas menyalahi prinsip jabatan sebagai instrumen pelayanan publik," ujar Lucius.
Menurut Lucius, kasus keluarga-keluarga pehabat yang menggunakan jabatan untuk mengintimidasi orang dikarenakan si pejabatnya sendiri memiliki pemahaman etika yang rendah.
Ia mengatakan, seorang pejabat yang beretika semestinya juga mendidik keluarga dan kerabatnya agar bisa memisahkan urusan terkait tugasnya sebagai pejabat dan urusan privat.
"Kalau memahami etika jabatan, maka mestinya tak etis membiarkan anggota keluarga menggunakan fasilitas seperti mobil dinas untuk kepentingan keluarga/pribadi. Begitu juga protokoler lainnya," kata Lucius.
Baca juga: Buntut Video Viral Terkait Arteria Dahlan, Mabes TNI Telusuri Apa Ada Pelanggaran Anggotanya