Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Diprediksi Meningkat Setelah Pengetatan Syarat Remisi Koruptor Dihapus MA

Kompas.com - 29/10/2021, 21:19 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengkritik putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghapus syarat tambahan bagi narapidana kasus korupsi untuk mendapatkan remisi atau potongan hukuman.

Pengetatan syarat remisi bagi napi koruptor diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Fickar menilai, tidak adanya pengetatan syarat pemberian remisi mengakibatkan tindak pidana korupsi tidak lagi bersifat khusus. Ia memprediksi kasus korupsi akan makin meningkat.

“Jika korupsi disamakan dengan kejahatan lain, maka bisa dipastikan korupsi akan terus meningkat, terutama pada kegiatan-kegiatan atau proyek-proyek yang menggunakan anggaran negara,” ujar Fickar kepada Kompas.com, Jumat (29/10/2021).

Baca juga: MA Cabut PP 99 Tahun 2012, Koruptor Lebih Mudah Dapat Remisi

Fickar menuturkan, semestinya koruptor harus diperlakukan berbeda dengan narapidana tindak pidana lainnya, karena perbedaan latar belakang kasus.

Pada tindak pidana lain, kata dia, pelaku bisa melanggar hukum karena terpaksa atau tidak bisa menghindar dari situasi.

“Berbeda dengan korupsi yang sejak awal dilakukan pada level perencanaan, ini artinya kejahatan itu memang selalu direncanakan. Karena itu, sewajarnya penghukuman juga lebih berat dengan pengetatan remisi,” kata dia.

Fickar berpandangan, putusan MA itu menjadi indikator penurunan semangat pemberantasan korupsi di kalangan Hakim Agung.

“Karena seharusnya ketentuan PP itu diletakkan sebagai upaya terakhir bagi upaya penegakan hukum untuk mengurangi keberanian melakukan korupsi,” ucapnya.

Di sisi lain, Fickar mengatakan, pasca-putusan MA, koruptor akan memperoleh remisi dengan sangat mudah.

“Karena setiap pelaku korupsi yang dihukum dengan sumber daya yang ada, tidak mustahil akan memborong remisi dengan berbagai alasan yang dapat dikalkulasi,” pungkas dia.

Baca juga: Alasan MA Cabut PP soal Pengetatan Syarat Remisi untuk Koruptor

Berdasarkan PP Nomor 99 Tahun 2012, pemberian remisi dapat dilakukan jika narapidana kasus korupsi bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara atau berstatus justice collaborator.

Status tersebut dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum, antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan Kejaksaan Agung.

Syarat lainnya, narapidana telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.

Namun, syarat tersebut dihapus melalui putusan MA yang mengabulkan uji materi Pasal 34A ayat (1) huruf a dan b, Pasal 34A ayat (3), dan Pasal 43A ayat 1 huruf a, serta Pasal 43A ayat (3) PP 99/2012.

Halaman:


Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com