Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Dianggap Berhasil Atasi Polarisasi oleh Profesor Singapura, SMRC: Ada Dua Persoalan

Kompas.com - 24/10/2021, 14:03 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti SMRC Saidiman Ahmad menilai, ada dua persoalan yang harus dilihat tentang upaya Presiden Joko Widodo dalam menekan polarisasi.

Saidiman mengungkapkan hal itu menanggapi pujian yang disampaikan seorang profesor asal Singapura, Kishore Mahbubani.

Ia mengakui bahwa Indonesia berhasil mengatasi polarisasi dengan cara merangkul lawan politik tersebut tidak pernah terjadi di negara manapun.

"Di satu sisi, itu satu kejeniusan dalam mengatasi persoalan polarisasi. Tetapi ada dua persoalan di sana," kata Saidiman di acara diskusi virtual bertajuk '2 Tahun Jokowi Ma'ruf di Luar Dipuji, di Dalam Dicaci' secara virtual, Minggu (24/10/2021).

Ketika lawa politik dirangkul, ia menambahkan, harus dipastikan apakah polarisasi benar-benar terjadi atau tidak. 

Menurut dia, perlu dibedakan antara polarisasi di tingkat elite dan polarisasi di tingkat massa.

Baca juga: Jokowi Dinilai Cukup Pragmatis dalam Tangani Polarisasi

"Kami menemukan bahwa di tingkat elite (polarisasi) selesai persoalan, tapi di tingkat massa polarisasi itu masih terjadi," kata dia.

Hal tersebut ditemukan dalam beberapa survei yang digelar SMRC. Antara lain mereka yang menyatakan puas dengan pemerintahan Jokowi mayoritas datang dari massa pemilih Jokowi sebelumnya.

"Sedangkan yang menyatakan tidak puas, mayoritas berasal dari mereka yang tidak memilih Jokowi," kata dia.

Kedua, Saidiman menilai bahwa merangkul opisisi memiliki persoalan dalam demokratisasi karena secara langsung itu melemahkan oposisi. Padahal, kata dia, oposisi juga sangat dibutuhkan dalam demokrasi.

Ia menjelaskan, sebelumnya sepertiga dari jumlah anggota dewan di DPR merupakan kelompok oposisi.

Ketika Prabowo masuk ke pemerintahan, hanya tersisa dua oposisi di parlemen yaitu, Partai Demokrat dan PKS.

Baca juga: Guru Besar Politik UPH: Pujian Profesor Singapura Kepada Jokowi Tidak Mengada-ada

Ditambah lagi, imbuh dia, ada upaya secara tidak langsung dari orang pemerintahan yang ingin mengambil alih Partai Demokrat, yaitu Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.

"Kalau itu terjadi, itu artinya kita tinggal hanya punya oposisi 50 kursi parlemen yang dimiliki PKS. Ini persoalan. Satu sisi ingin menyelesaikan persoalan polarisasi, tapi sebetulnya melemahkan demokrasi," ucap dia.

Sebelumnya diberitakan, profesor di National University of Singapore (NUS) Kishore Mahbubani menuliskan artikel berjudul The Genius of Jokowi.

Artikel tersebut mengatakan, Presiden Jokowi merupakan sosok pemimpin negara yang genius.

Artikel yang diterbitkan pada 6 Oktober lalu itu menceritakan capaian Jokowi selama menjadi Presiden Indonesia.

Poin penting yang disampaikan Kishore adalah Jokowi mampu menjaga stabilitas politik bahkan menyatu dengan lawan politiknya.

"Ketika beberapa negara demokrasi besar memilih penipu sebagai pemimpin politik mereka, keberhasilan Presiden Joko Widodo layak mendapat pengakuan dan penghargaan yang lebih luas," demikian salah satu kutipan tulisan Mahbubani dalam artikel tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com