Kisah Umar bin Abdil Aziz
Sebuah delegasi menghadap Khalifah Umar bin Abdil Aziz r.a. Seorang pemuda di antara mereka memulai pembicaraan. Khalifah memotong. "
Silakan yang lebih tua (duluan)," katanya.
Pemuda itu menukas, "Wahai Amirul Mukminin! Jika urusan diserahkan kepada seseorang karena faktor usia, maka banyak dari kaum muslimin yang jauh lebih berhak jadi khalifah dari pada Anda!"
Khalifah menjawab. " Monggo dilanjut."
KISAH dalam kitab Risalah Qusyairiyah, hal: 231, karangan Imam al Qusyairy an Naisyabury, terbitan Daar El Kutub El Elmiyah, Beirut, akan selalu up-to-date. Akan selalu mu'tabar dan mu'tamad untuk dijadikan role model dalam mengapresiasi kaum muda.
Kehadiran anak muda dalam delegasi itu, delegasi yang menghadap kepala negara, tentulah ada dasarnya. Tentulah ada pijakannya. Jelas, ini rombongan orang-orang terpilih.
Paling tidak, komposisi tua muda dalam rombongan tersebut, memberi pesan bahwa proses literasi, tahapan regenerasi, jenjang kepemimpinan sudah harus dimulai sejak dini. Terlebih dalam pranata sosial kemasyarakatan.
Baca juga: NU, Regenerasi dan Suksesi: 100 Tahun Baru Dipimpin 5 Orang
Saat Republik ini berdiri, keterlibatan anak muda mustahil dinegasikan. KH Abdul Wahid Hasyim adalah teladan abadi dari lingkungan nahdliyin terkait peran serta dan peran penting anak muda dalam membangun bangsa.
Nah, setiap rentang kepengurusan PBNU, menggurat jejak yang tidak sama. Tapi jelas, jalannya adalah jalan yang sama. Jam'iyyah yang sama.
Bahkan, boleh jadi jama'ahnya juga sama. NU itu, demikian Katib Aam PBNU KH Yahya Staquf di suatu kesempatan, reputasinya ada di: (1). jaringan dan (2). komunitas.
Dalam terminologi tarikh, disebut sanad dan jama'ah. Sanad adalah jaringan ulama dan jama'ah adalah jaringan umat.
Baca juga: Jelang Muktamar NU Ke-34, Gus Yahya: Insyaalah Dukungan Hampir 80 Persen
Sanad, ya, jejak itu tadi. Maka, tanpa sanad, NU pasti kehilangan jati dirinya. Akan terasa ada sesuatu yang lepas. NU dibangun di atas rantai sanad yang diyakini musalsal tiada terputus. Dari para muassis hingga Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Maka, setiap pengkhidmatan, nawaitu-nya lillahi ta'ala dan sandarannya adalah sanad. Setiap langkah politik, kenegaraan atau keumatan, mesti berdasar sanad.
Sanad dalam NU niscaya berkorelasi dengan asma-ur rijal (figur dan tokoh). Setelah sanad, asma-ur rijal menempati posisi sangat penting dan determinan.