Anda membayangkan ada nahdliyin tidak kenal nama KH Hasyim Asy'ari, KH Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, KH Bisri Mustofa, KH RKH As'ad Syamsul Airifin, KH Abdullah Abbas, KH Ilyas Ruchiyat ? Apalagi Mbah KH Muhamad Khalil Bangkalan ?
Hampir tidak mungkin. Paling kurang, sepekan sekali nama-nama itu disebut dalam tahlilan.
Keberadaan asma-ur rijal berkonsekuensi pada terciptanya kepemimpinan. Kepemimpinan a la para ulama Ahlus Sunnah wal-Jama'ah dan lebih khas lagi Aswaja An Nahdliyah. Dari salafus shalih, NU mengambil model kaderisasi untuk terbangunnya regenerasi yang berujung suksesi yang manuthun bi al-maslahah, memenuhi kemaslahatan umat.
Baca juga: Jelang Muktamar NU, Perlukah Regenerasi Kepemimpinan PBNU?
Sahabat mengambil model kepemimpinan Nabi, yang lalu dilanjutkan oleh Tabi'in --para murid Sahabat. Para murid Sahabat membangun jaringan para Atba' Tabi'in.
Dalam kategori kibar (senior) Shohabah, ada Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khottob, Utsman bin Affan, dan termasuk anak muda: Ali bin Abi Thalib.
Dalam kibar Tabi'in, Imam Ibnu Hajar Asqalany menyebut nama Said bin Musyayyib. Kategori Al Wustho: Hasan Bashri, Muhammad bin Sirin. Sighorut Tabi'in: Qatadah bin Da'amah dan Ibnu Syihab az-Zuhri. Tabi'in termuda adalah angkatan Sulaiman bin Mihran al-A'masy.
Pada setiap kurun, NU selalu menyediakan kader dengan jumlah yang melimpah. Lihatlah ketika Gus Dur lengser, banyak kalangan cemas siapa penggantinya.
Tapi terbukti, satu lapis di bawah Gus Dur, sudah muncul nama KH A Hasyim Muzadi. Di era Gus Dur dan Kiai Hasyim Muzadi banyak nama muncul. Sebutlah Achmad Bagdja (DPA RI), M Rozy Munir (Menneg BUMN), Muhyiddin Arubusman (DPR RI).
Nama lain: Fahmi D Saifuddin, Cecep Syarifuddin, Manarul Hidayat, A Wahid Zaini, Mustafa Zuhad Mughni, Fajrul Falaakh, Endang Turmudi, Malik Madany dan lain-lain.
Mereka sudah purnatugas dan sebagian besar sudah mendahului kita. Bahkan, lapisan selanjutnya, para generasi saat ini, pergerakannya mulai terbatas karena faktor usia. Beberapa kader seangkatan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, sudah tidak lagi terlibat secara struktural.
Baca juga: Awalnya, Imam Syafiie adalah Maliki: HMI Vs PMII di Muktamar NU
Berikut ini sejumlah nama yang bisa disebut untuk mewakili kategori kibar alias senior di NU:
As’ad Said Ali : Desember 1949
Said Aqil Siradj : Juli 1953
Masdar Farid Mas’udi : 1954
M Maksum Machfoed : Juni 1954
Ali Maschan Moesa : Januari 1956
Andi Muawiyah Ramly : Oktober 1957
Mohammad Mahfud MD : Mei 1957
Masykuri Abdillah : Desember 1958
Mohammad Nuh : Juni 1959
Mutawakkil 'Alallah : April 1959
Nasaruddin Umar : Juni 1959
Mohammad Fajrul Falaakh : April 1959
------------------------------------
Bila organisasi berjalan normal, semua alat-alat kelengkapannya bekerja sesuai tupoksi dan dilandasi "konsensus" muktamar, konbes dan munas alim ulama, maka urusan regenerasi, suksesi dan intikhobur rois, seharusnya adalah lumrah.
Nama-nama besar kelahiran 1950 an sudah boleh leluasa beranjak. Dari tingkat tanfidziyah yang operate, day to day, mekanistis, ke jenjang yang lebih direction, kebijakan, pengawasan, irsyadat, dan sumber moral di syuriyah.
Kemudi lokomotif secara estafet akan dipegang generasi NU kelahiran 1960-an. Gerbong ini memuat puluhan kader potensial, bahkan mungkin ratusan, hingga ke level wilayah dan cabang.