Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejak KPK Berdiri, Suap Pengadaan Barang dan Jasa Modus Korupsi Paling Banyak

Kompas.com - 06/10/2021, 17:02 WIB
Irfan Kamil,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, sejak lembaga antirasuah itu berdiri pada tahun 2004 sudah ada 1.291 kasus korupsi yang telah diproses.

Berdasarkan perkara korupsi yang ditangani itu, ujar dia, modus korupsi terbanyak adalah penyuapan terkait pengadaan barang dan jasa.

"Sebagian besar itu menyangkut perkara suap, itu kalau kita pecah lagi itu penyuapan kebanyakan juga terkait dengan pengadaan barang dan jasa," ujar Alex dalam webinar Stranas PK "Cegah Korupsi di Pengadaan Jasa Konstruksi", Rabu (6/10/2021).

Baca juga: KPK Koordinasi dengan Kejagung, BPK, dan BPKP Terkait Dugaan Korupsi Pembelian LNG Pertamina

Dari angka tersebut, ucap dia, terdapat 22 orang gubernur yang sudah ditindak oleh KPK, selain gubernur, korupsi juga melibatkan 133 Bupati/walikota dan 281 anggota DPR dan DPRD.

Alex mengatakan, sepanjang 2020 hingga Maret 2021 KPK telah menangani 36 kasus korupsi dengan berbagai modus, misalnya, penyuapan, pemberian gratifikasi, pemberian harga perkiraan sendiri (HPS) yang terlalu tinggi atau mark up dari harga wajar.

"Itu modus-modus yang biasa dilakukan dalam proses pengadaan barang dan jasa di bidang konstruksi," kata dia.

Modus korupsi itu, menurut Alex, sangat mengkawatirkan. Sebab, Presiden Joko Widodo mencanangkan percepatan pembangunan dengan tiga fokus utama yang salah satunya yakni pembangunan di bidang infrastruktur.

Khusus untuk prioritas pembangunan infrastruktur, ujar dia, dapat terlihat dari besaran anggaran yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

"Kalau kita lihat tahun 2019 itu anggaran yang dialokasikan untuk infrastruktur di PUPR saja mencapai Rp 119 triliun, tahun 2020 ini dikucurkan dana Rp 120 triliun dan tahun 2021 mencapai Rp 150 triliun," kata Alex.

"Dengan realisasi anggaran rata-rata mencapai Rp 87 triliun, sangat besar, dana yang dikucurkan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur," ucap dia.

Baca juga: Ditahan sebagai Tersangka Kasus Korupsi, Kepala SMAN 19 Kota Bekasi Dinonaktifkan

Oleh karena itu, menurut Alex, dengan adanya korupsi dan kolusi pada pengadaan infrastruktur dan jasa konstruksi, percepatan pembangunan yang diharapkan menjadi tidak optimal. 

Selain itu, tidak dapat dinikmati masyarakat luas, dan akan berdampak pada kualitas pekerjaan yang diadakan.

"Stranas PK telah mendorong kementerian PUPR dan LKPP untuk terus menerus memperbaiki sistem pengadaan yang mengedepankan prinsip pencegahan korupsi antara lain optimalisasi dan digitalisasi pengadaan barang dan jasa dengan memanfaatkan katalog elektronik terhadap pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang standar atau yang dapat distandarkan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com