Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diskusi soal Konflik Kepentingan, Eks Pimpinan KPK Singgung Mantan Stafsus Milenial Presiden

Kompas.com - 15/08/2021, 19:59 WIB
Tsarina Maharani,
Rakhmat Nur Hakim

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Kemitraan yang juga mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif, mengatakan, konflik kepentingan yang melibatkan para pejabat ada yang tampak secara terang-terangan dan ada juga yang terselubung.

Contoh konflik kepentingan yang terang-terangan atau vulgar menurut Laode yaitu dalam kasus mantan Staf Khusus Presiden Andi Taufan Garuda Putra dan Adamas Belva Delvara.

"Ini anak-anak baru belajar sudah mau korup. Ini conflict of interest yang nyata. Jadi kalau di Indonesia itu terang-terangan," ujar Laode dalam diskusi daring yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW), Minggu (15/8/2021).

Baca juga: Jokowi Belum Berencana Angkat Staf Khusus Pengganti Belva dan Andi

Belva yang merupakan CEO Ruang Guru mengundurkan diri setelah adanya kontroversi terpilihnya Ruang Guru sebagai salah satu mitra program Kartu Prakerja.

Sementara itu, Andi menyurati para camat untuk mendukung program perusahan pribadinya, PT Amarta Fintech, dalam penanganan Covid-19. Keduanya lantas mengundurkan diri dari jabatan staf khusus presiden.

Contoh lainnya, kata Laode, yaitu permintaan salah satu politikus PAN agar para pejabat mendapatkan fasilitas rumah sakit khusus Covid-19.

"Politikus PAN tidak malu-malu itu minta pemerintah menyediakan RS Covid-19 khusus pejabat," ucapnya.

Laode melanjutkan, contoh konflik kepentingan terselubung juga terlihat dalam rencana program vaksinasi Covid-19 berbayar. Mulanya, vaksinasi berbayar itu akan dilaksanakan oleh PT Kimia Farma.

"Siapa yang mendapatkan keuntungan? Apakah berbeda dengan vaksin yang dibeli dengan uang sebelumnya? Ini agak terselubung. Yang terselubung-terselubung ini biasanya agak sulit," kata dia.

Baca juga: Vaksin Berbayar Dinilai Akan Munculkan Diskriminasi, Permenkes Vaksinasi Gotong Royong Harus Dicabut

Ada pula pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja dan revisi UU Mineral dan Batubara. Menurut Laode, ini menjadi contoh konflik kepentingan terselubung karena banyaknya anggota DPR yang berlatar belakang sebagai pengusaha.

Ia pun mengatakan, berbagai peristiwa ini bisa jadi merupakan tanda-tanda korupsi melalui peran negara atau state capture corruption.

Mantan komisioner KPK itu memaparkan, ada tiga ciri korupsi melalui peran negara. Pertama, pemerintah memfasilitasi perusakan/penyelewengan uang negara dengan kebijakan.

"Sehingga dibuat seolah-olah menjadi legal. Akhirnya tidak bisa ditangkap, karena perbuatan melawan hukumnya tidak ada," ujar Laode.

Kedua, membiarkan kejahatan di depan mata. Ketiga, mendapatkan keuntungan pribadi dari perusakan.

"Menurut saya this is more than conflict of interest (lebih dari konflik kepentingan). Bisa jadi ini adalah state capture corruption," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com