JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKopi) menyatakan, 59,5 persen masyarakat menganggap masih ada ketimpangan penegakan hukum dalam penanganan perkara oleh kejaksaan.
Hal ini terekam dalam survei terbaru KedaiKopi tentang kinerja kejaksaan yang dilaksanakan pada 22-30 Juli 2021. Ada 1.047 responden dari 34 provinsi yang terjaring dalam survei.
"Sebanyak 59,5 persen dari responden di seluruh Indonesia menganggap disparitas atau ketimpangan perlakuan yang cenderung tidak adil dalam penegakan hukum di kejaksaan sangat besar," kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKopi, Kunto Adi Wibowo, dalam keterangannya, Kamis (12/8/2021).
Baca juga: Berbeda dari Kasus Pinangki, Kejaksaan Kasasi Putusan Banding Djoko Tjandra
Berdasarkan survei, responden menilai praktik penegakan hukum masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Salah satu contohnya, yaitu kasus hukum yang melibatkan bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Pinangki hanya menjalani hukuman 4 tahun penjara setelah mendapatkan pemangkasan hukuman dari pengadilan tingkat dua.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara.
Jaksa penuntut tidak mengajukan kasasi atas putusan banding itu. Alasannya, tuntutan jaksa yang memang hanya 4 tahun telah terpenuhi dalam putusan banding.
Baca juga: Diberhentikan Sementara pada Agustus 2020, Pinangki Dapat 50 Persen Tunjangan
Pendiri Kedai Kopi Hendri Satrio mengatakan, sebanyak 71,2 persen masyarakat menganggap tuntutan jaksa terlalu rendah.
Kemudian, 61,6 persen menyatakan tidak setuju terhadap absennya kasasi jaksa penuntut. Dan sebanyak 65,6 persen masyarakat pum menganggap ada perlakuan tidak adil dari Kejaksaan dalam kasus Pinangki.
"Ini karena kejaksaan dianggap melindungi anggotanya," ujar Hendri.
Mayoritas responden pun, yaitu sebanyak 79,6 persen, menilai ada sosok di dalam lingkungan kejaksaan yang membuat hukuman terhadap Pinangki bisa menjadi rendah.
Baca juga: Istimewanya Jaksa Pinangki: Tuntutan Ringan, Potongan Hukuman, dan Penundaan Eksekusi