Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Tuntutan 11 Tahun Penjara terhadap Juliari Sesuai Fakta Persidangan

Kompas.com - 29/07/2021, 13:54 WIB
Irfan Kamil,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sesuai dengan fakta persidangan.

Juliari dituntut 11 tahun penjara dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial Covid-19 di Wilayah Jabodetabek tahun 2020.

"Dalam menuntut terdakwa (Juliari Batubara), tentu berdasarkan fakta-fakta hasil persidangan perkara dimaksud, bukan karena pengaruh adanya opini, keinginan, maupun desakan pihak manapun," kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, dalam keterangan tertulis, Kamis (29/7/2021).

Baca juga: Tuntutan 11 Tahun Penjara terhadap Juliari atas Dugaan Korupsi di Tengah Pandemi

Ali mengatakan, pertimbangan alasan memberatkan dan meringankan juga menjadi dasar dalam menuntut, baik pidana penjara, uang pengganti maupun denda serta pencabutan hak politik.

"Perlu kami tegaskan kembali, dalam perkara ini terdakwa dituntut terkait pasal suap, bukan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Tipikor," kata Ali.

Adapun Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi mengatur, dalam hal tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

"Penerapan pasal tentu karena berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penyidikan," ucap dia.

Baca juga: Pusako: Tuntutan Hukuman 11 Tahun Eks Mensos Juliari Jauh dari Minimal, Seharusnya Seumur Hidup

Sebagai pemberatan tuntutan, kata Ali, Jaksa dalam perkara ini juga menuntut uang pengganti yang dapat diganti hukuman penjara bila tidak dibayarkan.

"Perlu juga kami sampaikan, sekalipun dalam beberapa perkara tipikor, uang pengganti dibebankan kepada terdakwa dalam perkara yang berhubungan dengan penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor yaitu yang berhubungan dengan kerugian negara," kata Ali.

"Namun, Jaksa KPK tentu juga memiliki dasar hukum kuat dalam menuntut uang pengganti terhadap terdakwa Juliari Batubara dan kami berharap majelis hakim akan mengabulkan seluruh tuntutan tim JPU," tutur dia.

Jaksa menilai Juliari terbukti melakukan tindakan korupsi pengadaan paket bansos Covid-19.

Jaksa juga menuntut politisi PDI Perjuangan itu dengan pidana pengganti sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu jaksa juga menuntut agar Juliari mengganti uang kerugian negara Rp 14.597.450.000.

Baca juga: Eks Mensos Juliari Batubara Dituntut 11 Tahun Penjara

 

Jika tidak membayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka Juliar dipidana selama 2 tahun.

Kemudian, jaksa meminta majelis hakim untuk mencabut hak politik Juliari selama 4 tahun.

Dalam tuntutan, Juliari dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf (b) Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com