JAKARTA, KOMPAS.com - Megawati Soekarnoputri menjelma menjadi simbol perlawanan orde baru pasca peristiwa kekerasan yang terjadi di kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat pada 27 Juli 1996 atau dikenal dengan peristiwa Kudatuli (kerusuhan 27 Juli).
Dalam peristiwa itu, massa pendukung Mega bentrok dengan ABRI karena kantor DPP PDI diambil alih oleh simpatisan Soerjadi, Ketua Umum PDI yang dipilih pada Kongres PDI 1996 di Medan.
Pasca peristiwa itu, tahun 1997 Mega sempat bertemu dengan Ketua DPC PPP Surakarta Mudrick Sangidoe.
Setelah pertemuan itu, muncul istilah Mega Bintang. Jargon itu bertujuan untuk melawan Presiden Soeharto dan Golkar.
Baca juga: Mengenang Wiji Thukul, Aktivis yang Hilang Usai Peristiwa Kudatuli 1996
Jargon itu juga dimaknai secara politik untuk para simpatisan Mega agar mau memilih PPP pada pemilu 1997.
Sebab Mega absen dalam kontestasi Pilpres saat itu karena kepemimpinannya sebagai Ketua Umum PDI sudah tak diakui pemerintah.
Selain itu, jargon tersebut juga merupakan upaya mendekatkan Mega dengan Sri Bintang Pamungkas, politikus PPP yang ditahan pemerintahan orde baru karena dianggap subversif setelah mencalonkan diri sebagai calon presiden.
Dalam catatan Harian Kompas 13 Juli 1997, jargon Mega Bintang banyak bermunculan di berbagai atribut kampanye seperti spanduk, poster, boneka, hingga coreng moreng di tubuh seseorang.
Masifnya jargon Mega Bintang membuat pemerintahan Orde Baru khawatir.
Dilansir dari Harian Kompas edisi 13 Mei 1997, pemerintah bahkan melarang jargon Mega Bintang digunakan dalam spanduk dan berbagai atribut kampanye pemilu 1997.
Baca juga: Gelar Tabur Bunga Peringati Tragedi 27 Juli 1996, PDI-P: Perjuangan Belum Selesai
Jaksa Agung Singgih kala itu menjelaskan bahwa pencantuman jargon Mega Bintang menyalahi peraturan perundanggan tentang kampanye pemilu.
Tapi, ia tak merinci lebih jauh dasar hukum pelarangan spanduk itu. Singgih hanya mengatakan bahwa setiap spanduk yang digunakan dalam kampanye harus mendapat izin dari pihak kepolisian.
Menteri Dalam Negeri Yogie S Memet kala itu membantah jika pelarangan spanduk Mega Bintang karena terkait dengan nama Megawati.
"Tidak ada embel-embel itu," tutur Yogie.
Megawati memilih golput