Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Advokasi Save KPK Ungkap Ada Dugaan Halangi Penyidikan oleh Pimpinan KPK

Kompas.com - 21/07/2021, 15:20 WIB
Tatang Guritno,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Advokasi Save Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ada dugaan menghalangi penyidikan (obstruction of justice) yang dilakukan Pimpinan KPK.

Dugaan itu menyusul temuan Ombudsman RI yang menyebut adanya penggantian tanggal dalam surat penandatanganan nota kesepahaman pengadaan barang dan jasa melalui swakelola dan kontrak swakelola antara KPK dengan BKN terkait pelaksanaan tes wawasan kebangsaan atau TWK.

"Pemalsuan keterangan dan tanggal surat (back dated) menunjukan adanya kesengajaan dari pimpinan KPK untuk mencapai tujuan tertentu," kata peneliti ICW dan anggota Tim Advokasi Save KPK, Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Rabu (21/7/2021).

"Mengingat perbuatan melawan hukum ini telah menyasar penyidik bahkan tujuh orang Kasatgas Penyidikan yang sedang menangani perkara besar, maka tindakan tersebut jelas menghalang-halangi penyidikan yang sedang dilakukan KPK. Misalnya perkara bansos, suap ekspor benih lobster dan skandal pajak," ujar Kurnia.

Baca juga: Temukan Malaadministrasi Proses TWK, Ombudsman: KPK Harus Koreksi Proses Alih Status Pegawai KPK

Kurnia menegaskan bahwa pihaknya telah melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri atas dugaan menghalangi penyidikan dan sejumlah tindakan pelanggaran hukum lainnya dalam penyelenggaraan TWK.

"Koalisi masyarakat telah melaporkan Firli Bahuri kepada Polri dan laporan Ombudsman RI sudah cukup sebagai indikasi laporan tersebut segera dilanjutkan," kata dia.

Tim Advokasi Save KPK kemudian mendesak agar KPK membatalkan semua keputusan yang berdasarkan hasil asesmen TWK.

KPK juga diminta untuk segera mengembalikan hak-hak para pegawainya yang sebelumnya dinyatakan tak lolos TWK.

"KPK segera membatalkan semua keputusan terkait TWK, lalu mengaktifkan kembali, memulihkan, serta mengembalikan posisi dan hak-hak pegawai KPK yang dinyatakan TMS, termasuk tugas-tugas mereka sebelumnya dalam penanganan perkara," turur Kurnia.

Baca juga: Ombudsman Temukan Penyimpangan Prosedur Pembentukan Perkom Pelaksanaan TWK Pegawai KPK

Diketahui Ombudsman RI menemukan adanya perubahan tanggal terkait penandatanganan nota kesepahaman dan swakelola antara Sekjen KPK dengan Kepala BKN.

Adapun penandatanganan nota kesepahaman pengadaan barang dan jasa melalui swakelola dilakukan 8 April 2021, Kemudian kontrak swakelola ditandatangani 20 April 2021.

Namun, tanggal itu dibuat mundur menjadi 27 Januari 2021. Padahal TWK dilaksanakan 9 Maret 2021.

Berdasarkan hasil tersebut Ombdusman RI menilai adanya pelanggaran serius yang dilakukan oleh KPK dan BKN karena berarti TWK dilaksanakan tanpa adanya pendandatanganan nota kesepahaman dan swakelola.

Baca juga: Ombudsman RI: BKN Tak Berkompeten Laksanakan TWK Pegawai KPK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com