Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukung Revisi UU ITE, Komnas HAM Nilai Ruang Berekspresi Tidak Bisa Dipidana

Kompas.com - 23/06/2021, 19:59 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mesti direvisi untuk memperbarui semangat yang terkandung dalam UU tersebut.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, salah satu ketentuan yang mesti diubah adalah mengenai potensi pemidanaan terhadap kebebasan berekspresi.

"Apakah memang soal ekspresi yang di dalamnya tidak mengandung syiar kebencian misalnya, apakah di dalamnya tidak mengandung penipuan bisnis misalnya itu bisa dipidana? Kalau ruang berekspresi sebenarnya tidak bisa dipidana," kata Anam dalam acara peluncuran buku dan microsite yang disiarkan akun YouTube SAFEnet Voice, Rabu (23/6/2021).

Baca juga: SKB Pedoman UU ITE Resmi Ditandatangani, Ini Isinya

Anam berpendapat, kebebasan berekspresi di ruang digital yang dinilai merugikan reputasi seseorang semestinya diselesaikan melalui ranah perdata, bukan pidana.

"Jadi memang reputasi itu yang jaga adalah reputasi dia sendiri, bukan negara. Negara hanya memastikan bahwa kalau ada orang menggugat ya dilayani, tapi itu levelnya gugatan, bukan pemidanaan," kata Anam.

Menurut Anam, penyelesaian masalah melalui ranah perdata bukan berarti membuat orang dapat seenaknya menyampaikan hal-hal yang tidak sepatutnya disampaikan.

Anam mengatakan, dengan memberi pertanggungjawaban kepada masing-masing pihak, justru akan menjadi edukasi bagi masyarakat agar dapat menggunakan ruang berekspresi tanpa menimbulkan masalah baru seperti penyalahgunaan wewenang.

"Sama-sama bertanggungjawab di keperdataan itu sebenarnya, yang tersinggung ya jangan tipis-tipis ketersinggungannya, kalau di sana ada yang suka menyinggung orang ya jangan tipis-tipis jempolnya," ujar dia.

Ia menambahkan, dalam konteks kebebasan berekspresi, sebetulnya masih banyak yang mestinya menjadi prioritas aparat penegak hukum, misalnya soal ujaran kebencian.

Baca juga: Mahfud: Sambil Tunggu Revisi Terbatas, Pedoman UU ITE Diharapkan Bisa Maksimal Lindungi Masyarakat

Namun, ia menekankan, tidak semua kasus ujaran kebencian perlu diselesaikan secara pidana, tetapi dengan mengedepankan restorative justice.

"Kalau misalnya karena memang reputasinya anak kecil, anak SMA misalnya, ya karena ikut-ikutan enggak ada niat jahat yang kuat dan efeknya juga enggak besar, misalnya, ya enggak perlu dipidana, cukup minta maaf pakai sosial media," kata Anam.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah memutuskan akan merevisi empat pasal UU ITE setelah mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo.

Keempat pasal yang bakal direvisi meliputi Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 36. Perbaikan ini juga satu paket dengan penambahan satu pasal dalam UU ITE, yakni pasal 45C.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com