Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IAKMI: Rem, Gas, Rem Gas, Kebijakan Itu Hanya Menunda Bom Waktu

Kompas.com - 20/06/2021, 13:48 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menyatakan, belum ada kebijakan yang cukup kuat dari pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.

Menurut Hemawan, jika kebijakan pemerintah seperti ini terus, Indonesia tidak akan pernah selesai mengatasi pandemi.

"Rasa-rasanya kalau negara kita begini-begini saja, kita tidak akan pernah keluar dari pandemi Covid-19. Rem, gas, rem, gas itu adalah kebijakan yang terkatung-katung yang membuat kita hanya menunda bom waktu," kata Hermawan dalam konferensi pers 'Desakan Emergency Responses: Prioritas Keselamatan Rakyat di Tengah Pandemi' yang diselenggarakan secara daring, Minggu (20/6/2021).

Baca juga: PERSI: Rumah Sakit di Indonesia Kewalahan Terima Pasien Covid-19

Ia mencontohkan, PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dikeluarkan pemerintah untuk merespons pandemi pada kenyataannya tidak cukup kuat memutus mata rantai penularan Covid-19.

Istilah PSBB itu bahkan berganti-ganti hingga menjadi pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang kemudian berubah lagi untuk skala mikro.

"Jadi dari perspektif kebijakan, kita belum memiliki policy options yang kuat untuk pengendalian Covid-19," tuturnya.

Selain itu, lanjut Hermawan, pendekatan surveilans yang dilakukan pemerintah yaitu tracing, testing, treatment (3T) juga masih lemah.

Menurut dia, setelah 15 bulan pandemi, kemampuan pelacakan dan pengetesan Covid-19 di Indonesia cenderung rendah.

Hal ini dibarengi dengan rendahnya jumlah laboratorium yang bisa melaporkan hasil tes PCR secara rutin tiap hari.

"Ini menunjukkan gap antara kabupaten/kota di Indonesia begitu dalam dan tinggi, yang menyebabkan fenomena gunung es Covid-19," katanya.

Baca juga: Terjadi Lonjakan, Ini 10 Daerah dengan Kasus Covid-19 Tertinggi

Berikutnya, program vaksinasi Covid-19 yang dinilai Hermawan terlalu ambisius dan mengada-ada.

Hermawan berpendapat, tidak mungkin vaksinasi Covid-19 di Indonesia bisa rampung dalam waktu belasan bulan seperti yang ditargetkan pemerintah.

Ia mengatakan, laju vaksinasi di Indonesia masih lambat. Salah satu alasannya karena Indonesia bukan negara produsen vaksin Covid-19.

"Bukti terpampang, betapa rate vaksinasi kita di bulan Juni ini ditargetkan kira-kira satu juta per hari, tapi jauh sekali sekarang ini kita masih 100-200 ribu. Vaksin bukan solusi jangka pendek. Kita berharap vaksin jadi public health initiative, tapi tentu bukan solusi saat ini," ujar Hermawan.

Baca juga: Pemerintah Diminta Ubah Sikap Tangani Pandemi Covid-19

Karena itu, lanjut Hermawan, IAKMI mendorong pemerintah agar segera mengambil kebijakan luar biasa untuk menangani pandemi Covid-19.

Dia menegaskan, pemerintah harus bisa menentukan prioritas ketika menangani wabah penyakit.

Menurutnya, mustahil bisa memenangkan antara kesehatan dan ekonomi nasional sekaligus.

"Kita harus memutuskan salah satu sebagai prioritas dan harus ada extraordinary initiative atau extraordinary policy making kalau mau memutus mata rantai Covid-19. Negara mayoritas yang sudah melewati puncak kasus, menggunakan optimum social restriction atau lockdown," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com