JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Umum PDI Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto belakangan sering menunjukkan kebersamaannya di depan publik.
"Kemesraan" keduanya ditunjukkan saat peresmian patung Bung Karno di lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) 6 Juni 2021 lalu. Kala itu Prabowo tampak di belakang Mega yang berpidato mewakili keluarga Soekarno.
Dalam kesempatan itu, Mega bahkan mengucapkan terima kasih dan menyebut Prabowo sebagai sahabatnya.
Prabowo juga menghadiri pengukuhan gelar Profesor Kehormatan dan Guru Besar tidak tetap Universitas Pertahanan (Unhan) RI untuk Mega yang berlangung 11 Juni 2021.
Baca juga: Demokrat: Indonesia Bukan Hanya Jokowi dan Prabowo Semata
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai kemesraan keduanya menunjukkan sinyal politik bahwa koalisi PDI-P dan Gerindra mutlak akan terjadi untuk menghadapi kontestasi pemilu 2024.
“Jelas dan memang akan terjadi, serta cukup nyata bahwa 2024 koalisi PDI-P dan Gerindra tidak bisa dihindari,” terang Adi dihubungi Kompas.com, Minggu (20/6/2021).
“Karena kalau melihat hubungan kedua tokoh itu putus nyambung begitu. Kebetulan saat ini sedang lagi nyambung, orang melihatnya sebagai simbolisasi satu kemesraan, kecocokan suasana batin mereka siap duet di 2024 nanti,” sambung dia.
Adi mengatakan sikap Prabowo saat ini juga menunjukkan bahwa Gerindra siap menjadi koalisi dan terus mendukung segala kebijakan pemerintah.
“Sejak Gerindra dan Prabowo masuk koalisi semua kebijakan politik (pemerintah) total didukung Gerindra. Sekali bergabung, sekali loyal akan maksimal militansi yang diberikan oleh Gerindra,” papar dia.
Suasana ini, lanjut Adi, juga akan memberikan banyak masukan untuk PDI-P guna menentukan kebijakan siapa kader yang akan dimajukan dalam kontestasi Pilres 2024.
Adi menjelaskan ada dua skenario yang bisa menjadi pilihan PDI-P, pertama, jika Prabowo maju sebagai calon presiden (capres) maka Puan Maharani akan ditempatkan sebagai calon wakil presiden (cawapres).
“Kalau skenarionya berakhir manis, dan Prabowo maju lagi, ia tidak mungkin diajukan sebagai Cawapres. Maka yang terjadi bisa saja Prabowo capres, dan Puan cawapres,” ucapnya.
Skenario kedua, menurut pandangan Adi, jika Prabowo tidak maju mencalonkan diri, maka koalisi PDI-P dan Gerindra bisa memilih Ganjar Pranowo sebagai capres, dan Sandiaga Uno sebagai cawapres.
Baca juga: Jokowi-Prabowo 2024, Cebong-Kampret Bergabung Lawan Kotak Kosong...
“Kalau tidak terjadi duet Prabowo-Puan, ada skenario lain, siapa tahu Ganjar-Sandiaga Uno bakal dahsyat itu,” ungkap Adi.
Tapi Adi juga menyebutkan bahwa ada satu dilema yang akan dihadapi PDI-P jika memilih skenario kedua. Dilema itu terkait dengan posisi Puan Maharani.
“Tapi apakah mungkin Puan Maharani rela tidak maju dalam pilpres 2024, mengingat tahun itu merupakan tahun keemasan bagi karier puan, kalau 2029 nanti sudah muncul figure baru lagi. Ini juga menjadi pertaruhan politik trah Soekarno, yang rerpesentasinya ada di Puan Maharani untuk mengambil momentum 2024 atau tidak,” imbuh dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.