Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Jual Beli Vaksin Ilegal, Komisi IX: Polisi Harus Teliti Betul, Bocornya di Mana

Kompas.com - 24/05/2021, 19:15 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena meminta aparat kepolisian mesti mendalami kasus jual-beli vaksin ilegal yang terkuak di Jakarta dan Medan.

Melki mengatakan, polisi mesti mengetahui celah-celah yang dimanfaatkan para pelaku untuk melakukan perbuatannya.

"Aparat hukum harus meneliti betul bagaimana tata kelola pengadaan, distribusi, dan penggunaan vaksin di lapangan yang melibatkan sekian banyak pihak ini itu bocornya ada di mana, terutama kasus di Medan dan Jakarta," kata Melki dalam keterangannya, Senin (24/5/2021).

Baca juga: Menpan RB Usulkan Oknum ASN di Sumut yang Terlibat Jual Beli Vaksin Sinovac Dipecat

Menurut Melki, hal itu mesti diketahui guna mencegah terjadinya peristiwa serupa di tempat lain yang akan membahayakan program vaksinasi nasional.

Politikus Partai Golkar itu menuturkan, kasus jual-beli vaksin ilegal ini juga merupakan pelajaran serius bagi seluruh pihak yang terlibat dalam program vaksinasi.

Ia mengatakan, seluruh pihak yang terlibat mulai dari proses pengadaan, distribusi, hingga penggunaan vaksin di lapangan mesti diawasi.

"Jadi semua pihak yang terlibat ini betul-betul harus dicek kinerjanya dan dokumentasi di lapangan sehingga betul-betul tidak ada lagi celah bagi penyimpangan semacam ini," kata dia.

Ia juga mendorong aparat penegak hukum untuk menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku sebagai efek jera agar tidak ada lagi pihak-pihak yang bermain dalam program vaksinasi nasional.

"Dalam hal ini bagaimana memperjualbelikan vaksin yang harusnya diberikan secara gratis keppada seluruh masyarakat ini justru malah diperjualbelikan kepada masyarakat luas," ujar Melki.

Diberitakan sebelumnya, Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) menetapkan 4 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan jual beli vaksin Sinovac yang terjadi sejak April 2021.

Empat tersangka itu adalah SW (40) yang merupakan agen properti, IW (45) seorang dokter di Rumah Tahanan Tanjung Gusta, KS (47) seorang dokter di Dinas Kesehatan Sumut, dan SH yang merupakan aparatur sipil negara di Dinkes Sumut.

Kepada Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak, tersangka SW menjelaskan awal mula jual beli vaksin tersebut.

SW mengaku mendapatkan vaksin dari dua dokter berinisial KS dan IW. Dia pun mengakui telah memberikan sejumlah uang untuk kegiatan vaksinasi tersebut.

Baca juga: Saat Dokter, ASN, dan Agen Properti Kongkalikong Jual Beli Vaksin Ilegal

"Awal ceritanya teman-teman mencari saya di mana saya menjadi jembatani teman-teman yang sangat ingin diberikan vaksin," katanya.

Kemudian, vaksinasi dilaksanakan pada tanggal dan tempat yang sudah ditentukan.

"Setelah itu teman-teman mengumpulkan dana-dana itu. Setelah selesai saya berikan kepada dokter. Tunai dan nontunai. Biayanya Rp 250.000 per orang. Awalnya saya serahkan ke dokter, lalu dokter memberikan imbalan uang capek dan segalanya ke saya, tanpa saya minta," katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

Nasional
MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

Nasional
CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com