Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLBHI Harap Keinginan Jokowi Revisi UU ITE Bukan Retorika Politik

Kompas.com - 16/02/2021, 11:58 WIB
Tatang Guritno,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) berharap pernyataan Presiden Joko Widodo soal kemungkinan merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak sebatas menjadi retorika politik pemerintah.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI Era Purnamasari kepada Kompas.com, Selasa (16/2/2021).

Era menilai, UU ITE saat ini sudah banyak memakan korban karena ada beberapa pasal karet yang digunakan untuk menjerat seseorang.

Baca juga: UU ITE Dinilai Jadi Alat Kriminalisasi, Fraksi PKS Dukung Revisi UU ITE

Menurut Era, beberapa pasal yang sering digunakan adalah Pasal 27 Ayat 3 tentang pencemaran nama baik, dan Pasal 28 Ayat 1 tentang penyebaran berita bohong, dan Pasal 28 Ayat 2 tentang penyebaran rasa kebencian pada individu dan kelompok tertentu.

"Kita harus memastikan bahwa pendapat Presiden Jokowi tentang UU ITE bukan sekedar retorika politik saja. Tapi benar-benar diwujudkan," tutur Era.

Lebih lanjut, Era menjelaskan bahwa pasal karet dalam UU ITE perlu dilakukan revisi atau bahkan dihilangkan. Sebab, pasal itu membuat penafsiran menjadi terlalu luas.

Ia mencontohkan pada Pasal 28 Ayat 2 tentang penyebaran rasa kebencian pada individu dan kelompok tertentu. Makna kelompok pada pasal tersebut bisa diinterpretasikan untuk mengacu pada kelompok apa saja.

"Setiap organisasi kemudian bisa menginterpretasikan bahwa mereka bagian dari kelompok yang dimaksud tersebut. Penafsirannya kata kelompok itu melebar ke mana saja," ucap dia.

Baca juga: Polri Diminta Selektif Tangani Kasus UU ITE, Ketua Komisi III Dukung Penegakan Hukum Tanpa Kegaduhan

Adapun, Presiden Jokowi sebelumnya telah meminta jajaran Polri untuk berhati-hati dalam menyikapi dan menerima laporan dugaan pelanggaran UU ITE.

“Hati-hati, pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati, penduh dengan kehati-hatian,” kata Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021) kemarin.

Jokowi juga menyebutkan bahwa ia tidak ingin implementasi UU ITE justru menimbulkan rasa ketidakadilan.

Baca juga: Jokowi: UU ITE Bisa Direvisi apabila Implementasinya Tidak Adil

Jika UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, Jokowi akan meminta DPR untuk bersama-sama merevisi UU ITE ini.

"Karena di sinilah hulunya, hulunya ada di sini, direvisi, terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diiterpretasikan secara sepihak," ujar Jokowi.

UU ITE berlaku ketika DPR dan pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.

Undang-undang itu pernah mengalami revisi dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.

Namun, ketika itu revisi tidak menyentuh Pasal 27 dan Pasal 28 yang menuai banyak polemik di masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com