Hal itu disampaikan Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI Era Purnamasari kepada Kompas.com, Selasa (16/2/2021).
Era menilai, UU ITE saat ini sudah banyak memakan korban karena ada beberapa pasal karet yang digunakan untuk menjerat seseorang.
Menurut Era, beberapa pasal yang sering digunakan adalah Pasal 27 Ayat 3 tentang pencemaran nama baik, dan Pasal 28 Ayat 1 tentang penyebaran berita bohong, dan Pasal 28 Ayat 2 tentang penyebaran rasa kebencian pada individu dan kelompok tertentu.
"Kita harus memastikan bahwa pendapat Presiden Jokowi tentang UU ITE bukan sekedar retorika politik saja. Tapi benar-benar diwujudkan," tutur Era.
Lebih lanjut, Era menjelaskan bahwa pasal karet dalam UU ITE perlu dilakukan revisi atau bahkan dihilangkan. Sebab, pasal itu membuat penafsiran menjadi terlalu luas.
Ia mencontohkan pada Pasal 28 Ayat 2 tentang penyebaran rasa kebencian pada individu dan kelompok tertentu. Makna kelompok pada pasal tersebut bisa diinterpretasikan untuk mengacu pada kelompok apa saja.
"Setiap organisasi kemudian bisa menginterpretasikan bahwa mereka bagian dari kelompok yang dimaksud tersebut. Penafsirannya kata kelompok itu melebar ke mana saja," ucap dia.
Adapun, Presiden Jokowi sebelumnya telah meminta jajaran Polri untuk berhati-hati dalam menyikapi dan menerima laporan dugaan pelanggaran UU ITE.
“Hati-hati, pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati, penduh dengan kehati-hatian,” kata Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021) kemarin.
Jokowi juga menyebutkan bahwa ia tidak ingin implementasi UU ITE justru menimbulkan rasa ketidakadilan.
Jika UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, Jokowi akan meminta DPR untuk bersama-sama merevisi UU ITE ini.
"Karena di sinilah hulunya, hulunya ada di sini, direvisi, terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diiterpretasikan secara sepihak," ujar Jokowi.
UU ITE berlaku ketika DPR dan pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.
Undang-undang itu pernah mengalami revisi dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
Namun, ketika itu revisi tidak menyentuh Pasal 27 dan Pasal 28 yang menuai banyak polemik di masyarakat.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/16/11580591/ylbhi-harap-keinginan-jokowi-revisi-uu-ite-bukan-retorika-politik