JAKARTA, KOMPAS.com - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyoroti adanya aksi kekerasan di sejumlah daerah akibat konflik agraria.
Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengungkapkan, ada belasan orang dianiaya dan tewas karena mempertahankan hak atas tanah sepanjang tahun 2020.
"Ada 19 yang mengalami penganiayaan di wilayah-wilayah konflik agraria, dan sayangnya kembali konflik harus mengorbankan nyawa, ada 11 petani masyarakat pedesaan yang harus tewas karena mempertahankan hak atas tanahnya," kata Dewi dalam acara Peluncuran Catatan Akhir Tahun 2020 KPA, Rabu (6/1/2021).
Dewi mengatakan, hal itu menjadi ironi karena di tahun 2020, masyarakat mengalami kesulitan akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan krisis ekonomi dan kesehatan.
"Ternyata social distancing atau PSBB tidak berlaku bagi terhambatnya kekerasan konflik. Jadi social distancing, PSBB, tidak efektif juga untuk menahan terjadinya kekerasan dan cara-cara represif menangani konflik agraria di lapangan," ujar Dewi.
Baca juga: KPA Catat 241 Kasus Konflik Agraria Sepanjang 2020, Anomali di Tengah Pandemi
Dewi juga menyayangkan karena persoalan korban-korban kekerasan itu sering kali tidak disikapi secara serius oleh pemerintah.
Berdasarkan catatan KPA, kasus kekerasan konflik agraria pada 2020 juga melibatkan aparat, yakni aparat kepolisian (46 kasus), aparat TNI (22), Satpol PP (9), dan security atau preman sewaan perusahaan (20).
Selain itu, KPA juga menyebut ada 139 orang yang dikriminalisasi dalam konflik agraria sepanjang 2020.
"Ada beberapa instrumen ataupun modus lama yang kerap digunakan untuk mengkriminalkan baik petani, masyarakat adat, atau nelayan yang memperjuangkan, di antaranya UU PPPH, UU Perkebunan, KUHP, UU Minerba, dan UU Konservasi Sumber Daya Hayati," kata Dewi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.