Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kementerian PPPA: Tidak Semua Pelaku Kekerasan Seksual Dikenai Tindakan Kebiri Kimia

Kompas.com - 05/01/2021, 15:24 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar mengatakan, tidak semua pelaku kekerasan seksual akan dikenai tindakan kebiri kimia.

Hal tersebut disampaikan Nahar menanggapi pernyataan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyebut bahwa hukuman tindakan kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak tidak sesuai dengan prinsip HAM.

"Tidak semua pelaku kekerasan seksual dikenai tindakan kebiri kimia," kata Nahar kepada Kompas.com, Selasa (5/1/2020).

Nahar menjelaskan, hanya pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain, yang akan dikenakan tindakan kebiri kimia.

Baca juga: Anggota Komisi VIII DPR Dukung Hukuman Kebiri Kimia bagi Predator Seks

Sebab, kata dia, tindakan itu berakibat terhadap jatuhnya korban lebih dari satu orang, luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia.

"Artinya, pelaku tersebut telah melakukan kejahatan sangat serius yang melanggar Pasal 28B ayat (2) Konstitusi," kata dia.

Nahar mengatakan bahwa kejahatan seksual tidak sekadar masalah penetrasi alat kelamin.

Dengan demikian, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak harus dibarengi dengan rehabilitasi.

Antara lain rehabilitasi psikiatrik, sosial, dan medik untuk menekan hasrat seksual pelaku.

"Tindakan kebiri kimia dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian," kata Nahar.

Baca juga: Pernah Menolak Kebiri Kimia, Gerindra: UU Sudah Disahkan, Kita Harus Patuh

Lebih jauh Nahar menjelaskan, dalam Pasal 73 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, menyatakan bahwa hak dan kebebasan yang diatur dalam UU HAM hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan UU. Dalam hal ini konteksnya adalah UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

"Semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap HAM serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa," kata Nahar.

"Dengan demikian, UU HAM memperbolehkan pembatasan HAM seseorang. UU 17/2016 juga telah disusun atas prinsip kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa," ucap dia.

Sebelumnya, Komnas HAM menilai hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak tidak sesuai prinsip HAM.

"Komnas HAM tetap berpendapat, penghukuman kebiri kimia merupakan salah satu bentuk penyiksaan yang tidak seusai dengan prinsip hak asasi manusia," kata Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandra Moniaga dikutip dari tayangan Kompas TV, Senin (4/1/2021).

Baca juga: Komnas HAM Nilai Hukuman Kebiri Kimia Penyiksaan Tak Sesuai Prinsip HAM

Komnas HAM menilai, perlu ada pengkajian ulang atas Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak, dan PP Nomor 70 Tahun 2020 tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com