Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud Bangga Disertasinya Digunakan untuk Meninjau UU Cipta Kerja

Kompas.com - 17/11/2020, 11:57 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengaku bangga disertasi yang ia buat pada 1993 dijadikan bahan untuk meninjau Undang-Undang Cipta Kerja.

Hal itu disampaikan Mahfud menanggapi pernyataan pakar hukum UGM Maria Sumardjono yang menyebut Mahfud mengategorikan UU Cipta Kerja sebagai UU yang elitis dan ortodoks dalam disertasinya.

"Saya senang sesudah 27 tahun saya lulus dari situ, dan teori saya itu masih bisa dipakai untuk melihat perubahan hukum dan karakter politik hukum di Indonesia dan oleh pembimbing saya sendiri waktu itu," kata Mahfud dalam webinar "Telaah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja" yang disiarkan melalui akun Youtube Universita Gadjah Mada, Selasa (17/11/2020).

Baca juga: Mahfud MD Sebut Belum Ada Opsi Terbitkan Perppu Terkait UU Cipta Kerja

Jadi saya bangga bahwa ini di Gadjah Mada dijadikan optik untuk memotret Undang-Undang Cipta Kerja," ucap Mahfud.

Ia bercerita, dalam disertasi itu dia menyebut tiga syarat untuk menyatakan sebuah hukum ortodoks.

Pertama, hukum dibuat secara sentralistik dalam artian disusun sepihak oleh pemerintah tanpa melibatkan orang lain.

Menurut Mahfud, hal ini lazim dilakukan pada masa Orde Baru. Saat itu, pemerintah menyusun UU dan DPR hanya bertugas untuk mengesahkan.

"Pokoknya pemerintah buat, DPR mengesahkan. Kalau DPR tidak mengesahkan, pemerintah kok tidak setuju, dibatalkan secara sepihak lagi," ujar Mahfud.

Syarat kedua, pembuatannya bersifat positivitis instrumentalis atau menjadi alat pembenar kehendak penguasa.

Ketiga, hukum yang dibuat bersifat multitafsir dan mudah ditafsirkan dengan perundang-undangan lain.

Baca juga: Jokowi Sebut Protes terhadap UU Cipta Kerja Akan Ditampung di PP dan Perpres

Mahfud mengatakan, dalam disertasinya itu pun ia menuliskan dua rekomendasi. Pertama, agar hukum baik maka konfigurasi poltik harus berubah dari otoriter menjadi demokratis.

Sebab, menurut Mahfud, produk hukum merupakan hasil dari konfigurasi politik.

Apabila politiknya demokratis, kata Mahfud, hukumnya akan responsif. Sementara itu, apabila politiknya otoriter, produk hukumnya akan elitis.

Menurut Mahfud, hal itu terbukti dengan perubahan konfigurasi politik dari Orde Baru yang otoriter menjadi demokratis di era Reformasi pasca-1998.

"Semua hukum lahir pada waktu itu sangat-sangat responsif di awal reformasi, coba tahun 1998 tahun 2004, hukum bagus semua, korupsi dibuat hukumnya, lembaganya, penindakan, dan sebagainya, karena waktu itu berubah dari otoriter menjadi demokratis," kata Mahfud.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com