Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Teuku Kemal Fasya

Kepala UPT Kehumasan dan Hubungan Eksternal Universitas Malikussaleh dan Dewan Pakar PW Nadhlatul Ulama Aceh. 

Luka Gores Demokrasi

Kompas.com - 14/11/2020, 06:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KIRANYA ketika rancangan undang-undang omnibus law atau Cipta Karya ini disahkan pada 5 Oktober lalu, ada banyak gagasan menjadi post-pactum dan terluka.

Post-pactum karena undang-undang bagaimanapun telah disahkan. Upaya memberikan masukan perbaikan kurang berarti andaikan ia belum disahkan.

Terluka karena reaksi publik atas kehadiran undang-undang ini telah sedemikian ekstrem. Terjadi perusakan fasilitas publik dan negara oleh kaum anarkis.

Aparat keamanan pun bereaksi cukup keras, melibas siapa saja dan menyamakan kaum demonstran dengan kelompok anarkis, sehingga terluka dan menanggung perih yang tak biasa.

Luka demokrasi

Kita melihat bagaimana undang-undang ini telah mengangkangi proses demokrasi secara sangat telanjang.

Keterburu-buruan mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi 5 Oktober – dengan mengambil dalih penanda dan mitos hari TNI – telah menjadi prahara sosial-politik.

Aksi penolakan dan protes terhadap undang-undang ini masih berlangsung. Belum lagi dokumen UU Cipta Karya yang disahkan masih menyimpan misteri, dokumen manakah yang dianggap resmi dari 1028, 1035, 812, dan kini menjadi 1.187 halaman!

Permasalahan tebal-tipisnya dokumen ini saja sudah menjadi penanda kesemrawutan dan belum tuntas in re atas proses legislasi itu.

Bahkan disinyalir ada kesalahan redaksi fatal yang menunjukkan pola ugal-ugalan dalam merumuskan UU penting ini (Kompas.com, 3/11/2020).

Pertama, perubahan waktu itu mirip upaya mengelabui publik dan fraksi di parlemen yang belum menyetujui RUU.

Dalam konteks demokrasi, pengelabuan atas keinginan dan hasrat ingin tahu publik terhadap undang-undang adalah cacat demokrasi.

Prinsip demokrasi adalah transparansi dan hak untuk mendapatkan informasi layak. Kedua hal itu absen untuk tidak mengatakan sangat minimalis terealisasi dalam proses pengundang-undangan RUU ini.

Bahkan pada rapat paripurna, peserta tidak mendapatkan dokumen final yang akan disahkan.

Kedua, dalam sistem presidensial dan demokrasi komunitarian/Pancasila, ketidaksetujuan Partai Demokrat dan PKS hingga walk out atas pengesahan undang-undang ini bisa dianggap sebagai gagalnya kemufakatan dalam berlegislasi.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan) menyerahkan berkas pendapat akhir pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang.ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan) menyerahkan berkas pendapat akhir pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang.

Tugas pimpinan DPR seharusnya menunda dan tidak terburu-buru mengesahkan menjelang tengah malam. Politik tengah malam juga menunjukkan ketakutan untuk membuka kembali lembaran argumentasi dan keuletan berdiplomasi, ciri khas demokrasi di parlemen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com