JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim menolak eksepsi atau nota keberatan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dalam kasus surat jalan palsu.
Hal itu disampaikan Ketua Majelis Hakim Muhammad Sirad dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (27/10/2020).
“Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum tidak diterima. Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Timur berwenang mengadili perkara eksepsi terdakwa Joko Soegiarto Tjandra,” kata Sirad.
Baca juga: Kasus Red Notice, Djoko Tjandra dan 2 Jenderal Polisi Jalani Sidang Perdana Selasa Pekan Depan
Untuk itu, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) melanjutkan perkara tersebut.
“Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama Joko Soegiarto Tjandra,” tuturnya.
Sidang selanjutnya akan digelar pada 3 November 2020 dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Sebelumnya, kuasa hukum Djoko Tjandra mengungkapkan tujuh poin keberatan atas dakwaan JPU dalam eksepsinya. Salah satunya terkait kesalahan penulisan nama Djoko Tjandra di dakwaan.
"Penuntut umum menulis nama yang bukan merupakan nama terdakwa, yakni Joko Soegiarto dan Joe Chan bin Tjandra Kusuma," kata anggota tim kuasa hukum Djoko Tjandra di PN Jakarta Timur, Selasa (20/10/2020), seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Menurut kuasa hukum, nama klien mereka yang benar adalah Joko Soegiarto Tjandra.
Atas keberatan-keberatan tersebut, pihak Djoko Tjandra meminta agar surat dakwaan JPU dinyatakan batal demi hukum.
Dalam kasus ini, Djoko Tjandra bersama-sama dengan Anita Kolopaking dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo didakwa telah memalsukan surat jalan.
Berdasarkan dakwaan, surat jalan itu diterbitkan oleh Prasetijo saat menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Prasetijo juga diduga turut berperan dalam penerbitan surat kesehatan dan surat bebas Covid-19 yang dibutuhkan dalam pelarian Djoko Tjandra.
Baca juga: Brigjen Prasetijo Bantah Buat Surat Jalan Palsu Djoko Tjandra
Surat-surat itu diduga digunakan untuk memuluskan perjalanan Djoko Tjandra ke Indonesia yang kala itu berstatus buron.
Djoko Tjandra melarikan diri di tahun 2009 sebelum Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan putusan atas kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang menjeratnya.
Dengan surat-surat tersebut, Djoko Tjandra pun dapat keluar-masuk Indonesia sebanyak dua kali melalui Pontianak dalam kurun waktu 6-8 Juni 2020 dan 20-22 Juni 2020.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.