Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kembali Sunat Hukuman Koruptor, Pengawasan Terhadap MA Perlu Ditingkatkan

Kompas.com - 09/10/2020, 09:45 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengawasan terhadap Mahkamah Agung perlu ditingkatkan, menyusul banyaknya hukuman terpidana kasus korupsi yang disunat hakim agung di tingkat Peninjauan Kembali (PK).

Hukuman yang dipotong dapat meruntuhkan kepercayaan publik terhadap MA atas upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.

"Jika terus menerus seperti ini, maka publik tidak lagi akan percaya pada institusi kekuasaan kehakiman," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana seperti dilansir dari Kompas.id, Kamis (8/10/2020).

Menurut dia, korupsi perlu dipandang sebagai kejahatan luar biasa oleh para hakim. Sehingga, dalam menjatuhkan putusannya, hakim mengenakan pemberatan hukuman terhadap para koruptor.

Baca juga: Marak Hukuman Koruptor Dipotong, Pimpinan KPK Akan Temui MA

ICW pun mendorong agar Komisi Yudisial turut mengambil tanggung jawab untuk memastikan bahwa tidak ada dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi pada saat berlangsungnya sidang di MA.

Sebelumnya, MA diketahui mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh Hidayat Abdul Rahman, mantan pejabat di Direktorat Tanaman Pangan Kementerian Pertanian pada 28 September 2020.

Dalam putusannya, MA membatalkan putusan MA Nomor 1255 K/Pid.Sus/2016 tanggal 23 Agustus 2016. Hukuman Hidayat diketahui dikurangi dari 9 tahun menjadi 5 tahun penjara.

Hidayat adalah terpidana kasus korupsi bantuan langsung benih unggul (BLBU) paket I tahun 2012 dengan nilai kontrak mencapai Rp 209 miliar.

“Putusan tersebut tidak bulat, sehingga diputus dengan suara terbanyak karena Ketua majelis PK Suhadi menyatakan DO (dissenting opinion),” kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro.

Baca juga: KPK Sebut PK Jadi Strategi Koruptor Peroleh Pengurangan Hukuman

Dalam pertimbangannya, majelis hakim PK menilai terjadi perbedaan hukuman yang mencolok dengan terpidana yang lain dalam perkara yang berkasnya terpisah. Untuk menghindari disparitas pemindanaan dan mengusik rasa keadilan, maka pidana yang dijatuhkan kepada Hidayat perlu diperbaiki atau dikurangi.

Selain mengubah pidana badan, majelis kasasi juga mengurangi denda yang harus dibayarkan terpidana yaitu dari 500 juta subsider 8 bulan kurungan menjadi Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Majelis PK membatalkan vonis yang dijatuhkan majelis kasasi yang mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Sebelumnya, Suhadi diketahui menjadi ketua majelis PK dalam perkara korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) dengan terpidana Irman dan Sugiharto. Hukuman kedua pejabat di Kementerian Dalam Negeri tersebut juga dikurangi.

Saat dikonfirmasi, Suhadi enggan menjelaskan alasan banyaknya PK yang dikabulkan oleh MA. Ia mengatakan, hampir semua majelis tindak pidana korupsi pernah mengurangi pidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com