Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AJI Kecam Pengesahan UU Cipta Kerja, Anggap Rugikan Pekerja hingga Ancam Demokratisasi Penyiaran

Kompas.com - 07/10/2020, 19:00 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam pengesahan Undang-undang Cipta Kerja yang dilakukan DPR pada Senin (5/10/2020) lalu.

Ketua Umum AJI Abdul Manan mengatakan, omnibus law UU Cipta Kerja akan merugikan pekerja, mengancam demokratisasi penyiaran, dan proses penyusunannya pun mengabaikan aspirasi publik.

"Menyikapi pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja tersebut, AJI menyatakan sikap, satu, mengecam pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja karena dilakukan secara tergesa-gesa, tidak transparan dan mengabaikan aspirasi publik," kata Abdul dalam siaran pers, Rabu (7/10/2020).

Baca juga: 41 Anggota TNI Positif Covid-19, Kabupaten Ngada Berubah Jadi Zona Merah

Abdul menuturkan, pembahasan UU Cipta Kerja sejak awal telah dipersoalkan karena rendahnya partisipasi publik, khususnya dari kelompok buruh yang terdampak langsung dari regulasi tersebut.

Persoalan partisipasi itu semakin besar karena DPR dan pemerintah ngotot melanjutkan pembahasan di tengah pandemi Covid-19.

Menurut Abdul, sikap ngotot DPR dan Pemerintah menimbulkan pertanyaan soal motif sesungguhnya di balik pembuatan UU Cipta Kerja.

"Kami menilai bahwa pembahasan yang cenderung tidak transparan dan mengabaikan aspirasi kepentingan publik ini karena pemerintah ingin memberikan insenstif yang besar kepada pengusaha agar investasi makin besar meski mengorbankan kepentingan buruh dan membahayakan lingkungan hidup," kata Abdul Manan.

Kedua, AJI mengecam UU Cipta Kerja karena merevisi pasal-pasal dalam UU Ketenagakerjaan yang mengurangi kesejahteraan buruh serta melemahkan buruh dalam relasi ketenagakerjaan, termasuk bagi para pekerja di sekrot media.

Baca juga: Masuk 10 Bulan Penyebaran Covid-19, Begini Kondisi Seluruh Negara di Dunia

Ia mencontohkan, UU Cipta Kerja yang menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak dan menyerahkan pengaturannya melalui Peraturan Pemerintah.

"Praktek ini tentu saja bisa merugikan pekerja media yang cukup banyak tidak berstatus pekerja tetap. Ketentuan baru ini membuat status kontrak semacam ini akan semakin luas dan merugikan pekerja media," kata Abdul Manan.

UU Cipta Kerja juga menghapus pasal sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan.

"Ini bisa menjadikan kesejahteraan jurnalis makin tidak menentu karena peluang pengusaha memberikan upah layak semakin jauh karena tidak ada lagi ketentuan soal sanksi," kata Abdul Manan.

Ketiga, AJI mengecam pengesahan UU Cipta Kerja karena merevisi UU Penyiaran dengan ketentuan baru yang tidak sejalan dengan semangat demokratisasi di dunia penyiaran.

UU Cipta Kerja membolehkan dunia penyiaran bersiaran secara nasional, sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

"Padahal, larangan siaran nasional ini justru untuk mendorong semangat demokratisasi penyiaran, yaitu memberi ruang pada budaya dan ekonomi lokal bertumbuh," kata Abdul Manan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com