Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KSP Ingatkan KAMI Tak Bermanuver Politik di Tengah Pandemi Covid-19

Kompas.com - 03/10/2020, 06:00 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian mengingatkan agar Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) tak melakukan manuver politik di tengah pandemi Covid-19.

Ia mengatakan, tak masalah bila KAMI memberikan masukan kepada pemerintah dengan menyampaikan kritik.

Namun ia meminta kritik disampaikan sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 yang mengakibatkan krisis kesehatan dan ekonomi.

"(Aktivitas KAMI) sah-sah saja sebenarnya. Tapi harus diingat bahwa kita sedang menghadapi krisis akibat Covid-19. Jadi, apabila manuver politik dilakukan, yang dirugikan negara dan rakyat Indonesia," kata Donny saat dihubungi, Jumat (2/10/2020).

Baca juga: Din Syamsuddin: Kritik KAMI Ciptakan Instabilitas atau Pemerintah Anti-kritik?

"Memberikan masukan dalam demokrasi wajar. Tetapi jangan kebablasan. Tahu batas. Bahwa kita sekarang sedang mengalami krisis. Yang dibutuhkan stabilitas, bukan instabilitas," lanjut dia.

Donny pun menilai KAMI tidak sepenuhnya didirikan hanya untuk menyampaikan kritik ke pemerintah. Sebab menurutnya ada muatan politik praktis dalam gerakan tersebut.

"Kalau kami cermati, masukan-masukannya ada yang bisa diterima. Tetapi kalau kita lihat dinamika belakangan ini kan sifatnya sudah manuver politik. Jadi bukannya catatan yang sifatnya murni, karena ada indikasi bahwa ada politik praktisnya, sah-sah saja sebenarnya," lanjut Donny.

Baca juga: Fakta di Balik Ricuh Kedatangan Gatot Nurmantyo di TMP Kalibata, Tak Berizin hingga Deklarasi KAMI

Sebelumnya Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengingatkan KAMI untuk tidak mengganggu stabilitas politik nasional.

"Jangan coba-coba mengganggu stabilitas politik. Kalau bentuknya sudah mengganggu stabilitas politik, semua ada resikonya," kata Moeldoko dalam keterangan tertulis, Kamis (1/10/2020).

Moeldoko mengatakan bahwa KAMI adalah kelompok yang diisi oleh sekumpulan orang yang memiliki kepentingan.

Pemerintah pun tidak akan melarang berbagai kelompok atau gerakan yang diciptakan masyarakat.

Baca juga: Pembubaran Acara KAMI dan Warning dari Istana...

Pemerintah justru terbuka dengan berbagai kritik serta masukan yang datang dari kelompok itu. Sebab, hal itu merupakan bagian dari demokrasi.

"Kita tidak perlu menyikapi berlebihan sepanjang masih gagasan-gagasan. Sepanjang gagasan itu hanya bagian dari demokrasi, silahkan," kata dia.

Namun, mantan Panglima TNI ini juga menegaskan, negara juga mempunyai perhitungan dalam menempatkan antara demokrasi dan stabilitas.

"Kalkulasinya sekarang sih, masih biasa saja. Tidak ada yang perlu direspon berlebihan. Tetapi manakala itu sudah bersinggungan dengan stabilitas dan mulai mengganggu, saya ingatkan kembali. Negara punya kalkulasi. Untuk itu ada hitung-hitungannya," ujar Moeldoko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com