Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ujaran Kebencian di Pilkada Diprediksi Meningkat, Ini Alasannya

Kompas.com - 13/08/2020, 20:41 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo menyebut, kampanye bermuatan ujaran kebencian dan SARA berpotensi meningkat di Pilkada 2020.

Hal ini diakibatkan oleh semakin masifnya penggunaan media sosial untuk berkampanye, utamanya dalam situasi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.

"Pilkada 2020 dengan situasi pandemi Covid-19 tentu kita sudah bisa memprediksi kampanye penggunaan media sosial akan lebih ramai, lebih banyak digunakan," kata Ratna dalam sebuah diskusi virtual yang digelar Kamis (13/8/2020).

"Nah, tentu potensi untuk terjadinya kampanye dengan ujaran kebencian juga akan semakin tinggi," tuturnya.

Baca juga: Bawaslu Ungkap 4 Modus Politisasi SARA yang Potensial Terjadi di Pilkada 2020

Ratna mengatakan, ujaran kebencian dan politisasi SARA banyak terjadi di Pilkada DKI 2018. Hal serupa juga masif terjadi saat Pemilu 2019 lalu.

Padahal, sebenarnya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah mengatur larangan kampanye bermuatan ujaran kebencian dan SARA.

Pasal 69 huruf b secara tegas menyebutkan bahwa dalam kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, dan golongan calon kepala daerah dan atau partai politik.

Kemudian, Pasal 69 huruf c juga melarang kampanye yang menghasut, memfitnah, dan mengadu domba partai politik, perseorangan, dan atau kelompok masyarakat.

Baca juga: Bawaslu Gandeng KPI dan Dewan Pers Awasi Kampanye Pilkada di Media Massa

Sanksi terhadap perbuatan ini diatur dalam Pasal 187 Ayat (2). Orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan di atas dapat dipidana penjara paling singkat 3 bulan atau paling lama 18 bulan dan atau denda paling sedikit Rp 600.000 dan paling banyak Rp 6.000.000.

Namun demikian, menurut Ratna, pada praktiknya pengusutan dugaan kampanye bermuatan ujaran kebencian dan politisasi SARA kerap kali terkendala.

Kendala itu salah satunya diakibatkan karena perbedaan persepsi antar stakeholder dalam memaknai konten ujaran kebencian dan SARA.

Sehingga, kerap kali, dalam menangani dugaan pelanggaran kampanye, Bawaslu harus meminta pendapat ahli untuk menerjemahkan maksud dari ujaran kebencian dan politisasi SARA itu sendiri.

Baca juga: Fitnah, Hoaks, hingga Black Campaign di Pilkada 2020 Diprediksi Meningkat

Kendala lain yakni proses pembuktian yang panjang dalam menangani kasus ini. Padahal, dalam menangani suatu perkara, Bawaslu memiliki keterbatasan waktu.

"Dalam beberapa pengalaman kami di dalam melakukan penanganan pelanggaran tindak pidana pemilihan tidak mudah untuk kita buktikan," ujar Ratna.

Meski begitu, Ratna mengaku pihaknya tetap berkomitmen untuk mencegah dan menindak kampanye bermuatan ujaran kebencian dan politisasi SARA pada Pilkada 2020.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com