JAKARTA, KOMPAS.com- Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Pemerintah menghentikan pembelian alat rapid test terkait Covid-19 yang dinilai tidak akurat dan menciptakan pemborosan.
"Kalau seandainya pemerintah menggunakan perspektif atau meminta pandangan dari para ahli yang paham epidemiologi dan lain-lain, seharusnya rapid test ini tidak dibeli lagi agar tidak terjadinya pemborosan," kata peneliti ICW Wana Alamsyah dalam sebuah diskusi, Rabu (12/8/2020).
Wana menuturkan, sejak awal pengadaan alat rapid test sudah dikritik lantaran alat tes cepat itu, khususnya yang diimpor dari China, dinilai memiliki tingkat akurasi yang rendah yakni 30 persen.
Baca juga: Ombudsman Minta Pemerintah Evaluasi Persyaratan Rapid Test dan PCR untuk Perjalanan Antarkota
Menurut Wana, hal tersebut dapat menyebabkan pemborosan karena hasil non-reaktif dalam rapid test tidak memastikan seseorang terbebas dari Covid-19.
"Ini juga tidak bisa dijadikan pastikan kebenarnanya, oleh sebab itu perlu tes ulang. Ini yang menyebabkan pemborosan anggaran ketika satu barang ini tidak efektif untuk mendeteksi Covid tersebut," ujar Wana.
ICW mencatat, hingga 19 Juli 2019, jumlah alat rapid test yang telah didistribusikan mencapai 2.344.800 unit dengan nominal belanja sebesar Rp 569 miliar.
"Ini yang kami sayangkan ketika harusnya pembelian rapid test itu dihentikan lalu kemudian pemerintah bisa mencari atau membeli alat-alat lainnya," kata Wana.
Ia menuturkan, jika dikonversi, uang sebesar Rp 569 miliar itu dapat dibelikan 39.000 reagen untuk tes PCR, 2,3 juta alat pelindung diri, atau memberi insentif kepada 15.000 tenaga kesehatan.
Baca juga: BKN: Peserta Tak Wajib Bawa Hasil Rapid Test ke Lokasi SKB CPNS
Di samping itu, ICW juga menyoroti jumlah spesimen terkait Covid-19 yang tidak sebanding dengan jumlah alat PCR yang dimiliki.
Wana mengatakan, hingga 19 Juli 2020 terdapat 1.221.518 sampel terkait Covid-19 yang telah diperiksa.
Padahal, pada waktu yang sama, ketersediaan PCR berdasarkan data BNPB mencapai 2.479.550.
"Pertanyaannya, ke mana alat PCR lainnya yaitu yang sebanyak 1.258.032 ini yang tidak diketahui pemanfaatanya. Kalau kita bicara uji spesimen dan alat PCR, secara logika awam, harusnya angka tersebut sama," kata Wana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.