JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung menegaskan, pihaknya bukan menahan Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, melainkan melaksanakan eksekusi hukuman badan.
"Yang dilakukan oleh jaksa adalah melakukan eksekusi hukuman badan untuk menjalankan putusan hakim PK, bukan melakukan penahanan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono melalui keterangan tertulis, Senin (3/8/2020).
Kejagung mengeksekusi putusan Mahkamah Agung atas peninjauan kembali (PK) dengan nomor 12K/Pid.Sus/2008 tertanggal 11 Juni 2009.
MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah. Joko dijatuhi hukuman dua tahun penjara.
Baca juga: MAKI Nilai Bareskrim Perlu Periksa Jaksa Pinangki Terkait Djoko Tjandra
DJoko juga diharuskan membayar denda Rp 15 juta subsider tiga bulan penjara serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.
Hari mengatakan, eksekusi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah dalam perkara pidana merupakan wewenang jaksa.
Kejagung mengacu pada Pasal 270 KUHAP, Pasal 30 ayat (3) huruf b Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, dan Pasal 54 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Kejagung mengatakan, putusan MA atas PK tersebut sudah inkrah sehingga dilakukan eksekusi pada Jumat (31/7/2020). Eksekusi akhirnya dilakukan pascapenangkapan Joko yang sempat buron selama 11 tahun.
Baca juga: Terungkap! Red Notice Djoko Tjandra Masih Aktif hingga 2015
Penahanan Joko Tjandra sempat dipertanyakan sebelumnya. Pengacara Joko, Otto Hasibuan, menilai penahanan tidak sah karena tak ada perintah Joko ditahan di amar putusan.
Kejagung berpandangan bahwa hakim PK tidak berwenang memerintahkan penahanan.
"Hakim PK tidak akan memberikan penetapan mengenai status terdakwa seperti dalam pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP karena memang tidak terdapat kewenangan hakim PK untuk melakukan penahanan, apabila disebutkan maka justru merupakan hal yang melawan hukum," ucap dia.
Lebih lanjut, setelah eksekusi terlaksana, Hari mengatakan, tugas jaksa telah selesai.
Penempatan Joko untuk menjalani hukumannya merupakan wewenang Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.
Diberitakan, Otto Hasibuan menjadi kuasa hukum untuk Djoko Tjandra sejak Sabtu (1/8/2020) malam.
Salah satu alasannya untuk menjadi pengacara Djoko Tjandra adalah ia mengaku merasa terpanggil untuk membantu.
Baca juga: Selasa, Bareskrim Berencana Periksa Anita Kolopaking Terkait Kasus Pelarian Djoko Tjandra