JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda memintaMenteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengalokasikan anggaran POP (Program Organisasi Penggerak) sebesar Rp 495 miliar dari Rp 595 miliar, untuk bantuan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Menurut Huda, dana tersebut dapat digunakan untuk menyubsidi kegiatan belajar siswa di daerah selama pandemi virus Covid-19. Misalnya, untuk pembelian kuota internet dan ponsel pintar (smartphone) bagi siswa.
Baca juga: Komisi X Minta Mendikbud Buat Peta Kebutuhan Pembelajaran Jarak Jauh
“Saya minta anggaran POP yang Rp 495 miliar untuk mensubsidi PJJ yang sulit luar biasa saat ini. Khususnya di daerah-daerah terpencil. Seperti subsidi kuota, pembelian smartphone, dan membantu honor para guru,” Kata Huda saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/8/2020).
Huda menilai hal itu penting dilakukan melihat kondisi pembelajaran jarak jauh yang tidak efektif selama empat bulan terakhir.
Sebab, kata dia, intervensi yang dilakukan pemerintah melalui relaksasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dinilai kurang mencukupi kebutuhan pembelajaran jarak jauh.
“Saya kira kondisi objektifnya itu, yang kita hadapi kendala PJJ tidak maksimal, dan salah satu yang perlu diintervensi pemerintah di luar relaksasi dana BOS adalah afirmasi," ucap Huda.
"Salah satunya, saya kira dengan cara mengintevensi melalui subsidi kuota dan smartphone,” tutur dia.
Baca juga: Pembelajaran Jarak Jauh Dinilai Tak Efektif, Komisi X Akan Panggil Nadiem
Terkait POP, menurut Huda, anggaran sebesar Rp 100 miliar dinilai sudah cukup apabila Nadiem tetap ingin melaksanakan POP.
Sebab, kegiatan POP awalnya dilaksanakan dalam kondisi normal. Namun, dengan adanya pandemi, Huda menilai banyak kegiatan yang tidak bisa terlaksana.
“Nah dalam posisi sekarang pandemi itu hampir pasti item-item kegiatan berubah, yang tadinya tatap muka, menggunakan fasilitas penginapan, kan sekarang enggak bisa, proses metodenya juga pasti diubah (online),” ujar Huda.
“Bayangan saya itu pasti banyak item cost yang otomatis ter-delete dengan sendirinya,” lanjut dia.
Baca juga: Hari Pertama Sekolah, Pembelajaran Jarak Jauh yang Penuh Tantangan
Komisi X awalnya setuju dengan rencana penyelenggaraan POP. Sebab, program tersebut dinilai akan menjadi program peningkatan kapasitas guru, kepala sekolah, serta tenaga pendidikan kala itu.
Namun, persetujuan tersebut diberikan sebelum Covid-19 mewabah di Indonesia alias untuk dilaksanakan dalam situasi normal.
"POP ini awalnya didesain dalam suasana normal, kemudian tiba-tiba akan dilaksanakan pada darurat pandemi Covid-19. Mau tidak mau, bahkan wajib hukumnya skemanya harus berbeda dari desain awal," ujar politisi PKB ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.