Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semester I-2020, KPK Terima 1.082 Laporan Gratifikasi Senilai Rp 14,6 Miliar

Kompas.com - 20/07/2020, 17:34 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima 1.082 laporan penerimaan gratifikasi selama periode Januari hingga Juni 2020.

Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan, laporan penerimaan gratifikasi itu berbentuk uang, barang, makanan, hingga hadiah pernikahan dan berbagai fasilitas lain senilai total Rp 14,6 miliar.

"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima 1.082 laporan penerimaan gratifikasi senilai total Rp 14,6 miliar pada kurun waktu Januari-Juni 2020," kata Ipi dalam keterangan tertulis, Senin (20/7/2020).

Baca juga: KPK dan Kemenag Luncurkan Buku Gratifikasi dalam Perspektif Agama

Ipi menuturkan, jenis laporan yang paling banyak diterima berupa uang atau setara uang yang berjumlah 487 laporan, sedangkan yang berjenis barang sebanyak 336 laporan.

Kemudian, gratifikasi berbentuk makanan berjumlah 157. Lalu, gratifikasi yang bersumber dari pernikahan berupa uang, kado barang, dan karangan bunga sebanyak 44 laporan.

"Sedangkan untuk jenis fasilitas seperti tiket perjalanan, sponsorship, diskon, dan fasilitas lainnya total 58 laporan," kata Ipi.

Baca juga: KPK Sita Tas dan Sepatu Terkait Kasus Suap dan Gratifikasi Nurhadi

Ipi melanjutkan, laporan gratifikasi yang paling banyak diterima berasal dari ementerian yakni sebanyak 383 laporan, BUMN (244), lembaga negara/pemerintah (214), pemerintah daerah (130), dan pemerintah kabupaten (111).

Ipi pun mengingatkan bahwa pegawai negeri dan penyelenggara negara dilarang menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Hal itu diatur dalam Pasal 12B UU Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi dengan ancaman pidana 4 sampai 20 tahun penjara dan denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Oleh karena itu, Ipi mengimbau kepada pegawai negeri dan penyelenggara untuk menolak gratifikasi yang dilarang pada kesempatan pertama.

Baca juga: Kasus Gratifikasi Rp 100 Miliar, Bupati Nonaktif Lampung Utara Dituntut 10 Tahun Penjara

"Ancaman pidana tersebut tidak berlaku jika penerima gratifikasi melaporkan kepada KPK paling lambat 30 hari kerja sebagaimana ketentuan Pasal 12C," kata Ipi.

"Jika terpaksa menerima, laporan dapat disampaikan ke KPK melalui UPG (Unit Pengendali Gratifikasi) pada instansi masing-masing atau melalui aplikasi GOL pada gawai pribadi dengan mengunduh aplikasi tersebut di Play Store atau App Store," kata Ipi.

Selain itu, pelaporan secara daring juga dapat dilakukan melalui https://gol.kpk.go.id atau mengirimkan surat elektronik ke alamat pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com