JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Agama meluncurkan buku berjudul "Gratifikasi dalam Perspektif Agama", Rabu (8/7/2020).
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron berharap buku tersebut dapat memberikan pemahaman bahwa gratifikasi tidak hanya dilarang secara hukum melainkan juga tidak diperbolehkan secara agama.
"Prinsipnya hadiah antar anak bangsa boleh dan dianjurkan saling memberi, sepanjang tidak ada kaitannya dengan jabatan. Kami berharap buku ini memberi kepastian, bahwa yang disebut infaq, sedekah, hadiah, itu berbeda dengan gratifikasi," kata Ghufron dalam siaran pers, Rabu.
Ghufron pun menjelaskan perbedaan gratifikasi dengan suap dan pemerasan. Ghuforn mengatakan, gratifikasi merupakan pemberian yang diinisasi oleh pemberi.
Sedangkan, suap inisiasinya antara pemberi dan penerima bertemu (meeting of mind) sementara pemerasan inisiasinya dari penerima.
Baca juga: KPK Sita Tas dan Sepatu Terkait Kasus Suap dan Gratifikasi Nurhadi
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi berharap masyarakat dapat memahami substansi gratifikasi dengan benar.
Menurut Zainut, pemuka agama selaku rujukan umat memiliki peran yang sangat vital dalam menyebarkan pengetahuan tentang gratifikasi.
"Mari kita jadikan momentum yang baik ini untuk memperkuat program kerja Kementerian Agama yang lebih berintegritas, menjunjung nilai-nilai ajaran agama, moral dan etika khususnya Program Pemberantasan Korupsi," ujar Zinut.
Buku yang dapat diunduh melalui situs KPK itu, konsep gratifikasi dijelaskan melalui perspektif lima agama yakni Buddha, Hindu, Islam, Katolik, dan Kristen.
Dalam waktu dekat, KPK dan Kemenag juga akan melengkapi seri buku gratifikasi dalam perspektif agama lainnya yaitu Konghucu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.