Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapi Novel, Istana: Presiden Tak Bisa Intervensi Tuntutan JPU

Kompas.com - 20/06/2020, 12:05 WIB
Ihsanuddin,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono meminta pihak yang tak puas dengan tuntutan satu tahun penjara bagi terdakwa penyerang Novel Baswedan tak menyalahkan Presiden Joko Widodo.

Ia menyarankan pihak yang tidak puas untuk melaporkan jaksa penuntut umum dalam perkara tersebut kepada Komisi Kejaksaan.

"Kalau ada yang tidak puas dengan kinerja dan perilaku jaksa, kan sudah ada Komisi Kejaksaan RI. Masyarakat bisa lapor ke komisi tersebut. Jadi, jangan semua hal diminta Presiden turun tangan langsung," kata Dini saat dihubungi, Sabtu (20/6/2020).

Hal ini disampaikan Dini menanggapi pernyataan Novel yang menilai tuntutan satu tahun penjara kepada terdakwa penyerangnya sama saja menghina Presiden Jokowi.

Baca juga: Eks Pimpinan KPK Desak Jokowi Bentuk TGPF Independen Kasus Novel Baswedan

Dini menghormati pendapat penyidik senior KPK tersebut. Ia juga tidak dalam posisi mengatakan pendapat tersebut salah atau benar karena persepsi adalah hal yang subyektif.

"Namun tidak bisa Presiden intervensi tuntutan JPU. Itu adalah bagian dari analisa dan kesimpulan JPU dalam proses pemeriksaan yang berada dalam ranah yudikatif," kata dia.

Menurut Dini, Presiden Jokowi hanya berharap agar majelis hakim bisa memutus perkara ini dengan seadil-adilnya.

Ia mengatakan, secara prosedur majelis hakim bisa memutus berbeda dari apa yang dituntut oleh JPU.

"Sudah banyak juga preseden dimana majelis hakim memutus dan memberikan hukuman lebih berat dari apa yang dituntut JPU," kata dia.

Baca juga: Bambang Widjojanto soal Kasus Novel: Di Mana Pimpinan KPK?

Dini juga memastikan bahwa Presiden Jokowi terus melakukan evaluasi terhadap semua kementerian dan lembaga di bawahnya, termasuk Kejaksaan Agung.

Evaluasi dilakukan secara otomatis dari waktu ke waktu sesuai mekanisme yang berlaku.

"Harus diperhatikan juga mekanisme, prosedur, serta pembagian tugas dan wewenang yang sudah ada," kata dia.

Diberitakan, Novel Baswedan merasa telah diolok-olok dengan tuntutan satu tahun penjara pada terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap dirinya.

Ia juga berpandangan tuntutan tersebut telah menghina Presiden Joko Widodo.

Baca juga: Penyerang Novel Baswedan Dituntut 1 Tahun, Jokowi Diminta Evaluasi Kinerja Kepolisian dan Kejaksaan

"Sangat (merasa diolok-olok). Terus terang saya mendengar dari media satu tahun saya kaget ini udah sedemikian beraninya. Saya tidak tahu, jangan-jangan tuntutan ini juga menghina presiden," kata Novel dalam acara Mata Najwa, Rabu (16/6/2020).

Novel mengatakan, presiden telah memerintahkan jajarannya untuk menangani kasusnya dengan baik dan benar.

Namun, nyatanya masih ada upaya untuk memanipulasi fakta-fakta terkait kasus penyiramannya.

"Berani dengan terang-terangan, dengan vulgar membelokkan fakta, menghilangkan saksi-saksi, menghilangkan bukti, menuntut satu tahun," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com