JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Legal Culture Institute (Leci) Rizqi Azmi menilai, kasus penyiraman air keras pada Novel Baswedan yang sedang disidangkan akan menjadi tolak ukur tingkat kepercayaan publik terhadap pengadilan di masa mendatang.
Saat ini, menurut survei yang digelar Leci, tingkat kepercayaan publik relatif masih terjaga.
Hal itu berdasarkan hasil kajian dan survei digital yang dilakukan Leci sejak 12 hingga 16 Juni lalu.
"Ternyata tingkat kepercayaan masyarakat masih tinggi di angka 55 dan kemudian ketidakpercayaan publik kepada ruang pengadilan juga masih kecil di angka 22. Yang menjawab tidak tahu juga sedikit," kata Rizqi dalam diskusi online bertajuk 'Eskalasi Hukum dan Sikap Publik dalam Penanganan Kasus Novel', Jumat (19/6/2020).
Baca juga: Pakar Hukum: Negara Harus Tanggung Jawab atas Kekerasan terhadap Novel Baswedan
Rizki mengatakan, apabila hakim menjatuhkan vonis hukuman pada terdakwa penyiram Novel dengan mempertimbangkan keadilan publik maka tingkat kepercayaan akan naik.
Namun, hukuman yang dijatuhkan dinilai publik tak adil, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan akat menurun.
"Nah ternyata reaksi terhadap tingkat kepercayaan pengadilan sebenarnya rentang waktu saja," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dituntut hukuman satu tahun penjara.
Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram penyidik senior KPK itu.
Sementara itu, Rony dianggap terlibat dalam penganiayaan karena ia membantu Rahmat dalam melakukan aksinya.
Menurut Jaksa, Rahmat dan Ronny menyerang Novel karena tidak tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Baca juga: Kontras Serahkan Amicus Curiae Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan
"Seperti kacang pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ujar jaksa seperti dikutip dari Antara.
Atas perbuatannya itu, Rahmat dan Ronny dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat (2) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.