JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Roeslan mengatakan, saat ini banyak regulasi baik dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang mengatur tentang perizinan dan persyaratan investasi.
Sejumlah regulasi itu, lanjut dia, banyak dikeluhkan para investor yang ingin berinvestasi di Indonesia.
"Kita tahu regulasi kita banyak, obesitas regulasi," kata Rosan dalam RDPU dengan Baleg terkait RUU Cipta Kerja secara virtual, Selasa (9/6/2020).
"Ada 8.000 peraturan pusat, peraturan menteri hampir 15.000, peraturan daerah hampir 16.000 regulasi, sehingga keluhan yang paling tinggi adalah harmoniasi regulasi pemerintah pusat dan daerah," ujar dia.
Baca juga: DPR Gelar RDPU Terkait RUU Cipta Kerja Bahas Kemudahan Investasi
Rosan mengatakan, RUU Cipta Kerja dibutuhkan untuk mempermudahan perizinan investasi dengan memangkas sejumlah regulasi.
"Ini kita lihat, regulasi kita cukup banyak harus dipangkas dan diselaraskan dengan keberadaan RUU Cipta Kerja. Jadi penting untuk kita melihat investasi dalam negeri dan luar negri masuk ke Indonesia," ujarnya.
Rosan menceritakan, bagaimana kisah batalnya Samsung berinvestasi di Indonesia.
Menurut dia, Samsung saat itu, sudah mengurus izin investasi di Indonesia. Namun, terkendala birokrasi yang cukup panjang.
Hal ini menyebabkan Samsung memutuskan untuk berinvestasi di Vietnam.
"Dulu itu Samsung mau investasi ke Indonesia, sudah dua tahun birokrasinya sulit, akhirnya mereka ke investasi ke Vietnam. Yang terjadi sekarang ekspornya Samsung dari Vietnam itu hampir 40 miliar," ucapnya.
Baca juga: YLBHI Nilai RUU Cipta Kerja Timbun Pelanggaran Prinsip Lingkungan Hidup
Lebih lanjut, Rosan mengatakan, Indonesia belum terlambat untuk melakukan reformasi regulasi terkait perizinan investasi.
Menurut dia, Indonesia dapat belajar dari negara-negara Asia Tenggara yang sudah terlebih dahulu melakukan reformasi regulasi seperti Vietnam, Malaysia dan Thailand .
"Jadi, beberapa negara di ASEAN juga melakukan reformasi struktural, regulasi, yang memang kita juga lakukan sejak jauh-jauh hari ini," kata dia.
Baca juga: Lagi Reses, DPR Tetap Bahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Pembahasan RUU Cipta Kerja memang menuai polemik karena dianggap terlalu berpihak kepada pengusaha dan investor.
RUU Cipta Kerja dinilai membahayakan kepentingan lain seperti lingkungan, atau tidak berpihak kepada pekerja dan buruh.
Belakangan, pemerintah dan DPR menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan karena ancaman demonstrasi yang dilakukan buruh saat pandemi Covid-19.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.