JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menganggap DPR telah mengkhianati konstitusi sehubungan dengan pengesahan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
"Ini menunjukkan mereka (DPR) pengkhianat masyarakat, pengkhianat tujuan berbangsa yang sudah ada di konstitusi," kata Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI Siti Rahma Mary dalam diskusi "LBH-YLBHI Bedah RUU Cipta Kerja", Rabu (13/5/2020).
Rahma menjelaskan, DPR dinilai mengkhianati konstitusi karena mengabaikan kesengsaraan masyarakat akibat tambang.
Baca juga: Tanda Tanya di Balik Ngototnya DPR Sahkan UU Minerba...
Menurut dia, DPR bukannya menyelesaikan permasalahan lingkungan, justru malah memberikan karpet merah seluas-luasnya kepada korporasi besar penguasa tambang.
"Malah mengakomodasi para korporasi besar penguasa tambang dengan melanjutkan penguasaan atas tambang-tambang tersebut," kata dia.
Di sisi lain, YLBHI justru mempertanyakan pengesahan UU Minerba.
Rahma menyatakan, publik selama ini tidak pernah diundang oleh DPR untuk membahas bersama-sama UU Minerba.
Baca juga: Pengesahan UU Minerba, untuk Siapa?
Tak hanya itu, ia juga mempertanyakan naskah akademik yang menjadi dasar dilakukannya revisi atas UU Minerba sebelumnya.
"Masyarakat sipil tidak pernah diundang, juga naskah akademiknya seperti apa kita tidak tahu, tiba-tiba pembahasannya cepat sekali dan langsung disahkan," ujar Rahma.
DPR resmi mengesahkan RUU Minerba menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Baca juga: Jatam: Pembahasan RUU Minerba Tak Libatkan Masyarakat Lingkar Tambang
Pembahasan RUU Minerba sendiri menuai banyak polemik dari berbagai kalangan. Selain pembahasannya yang dipercepat, terdapat beberapa pasal yang juga dinilai menguntungkan satu pihak saja.
Salah satunya adalah penjaminan perpanjangan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tanpa pelelangan yang tercantum dalam Pasal 169A.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.