Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Putuskan Pilpres-Pileg Serentak, Perludem: Jangan Seperti Pemilu 2019

Kompas.com - 27/02/2020, 17:35 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, model keserentakan penyelenggaraan pemilu di masa depan sebaiknya tidak mengulang keserentakan pemilu serentak pada 2019.

"Keserentakan ala pemilu 2019 semestinya tidak kita lanjutkan di 2024. Apalagi jika membarengkan dengan pilkada pada tahun yang sama. Kalau tetap dilakukan ini bisa menimbulkan kekacauan di pemilu kita," ujar Titi saat mengisi diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2020).

Baca juga: MK Putuskan Pilpres Digelar Serentak dengan Pemilihan DPR dan DPD

Pertimbangannya, dalam pemilu 2019 yang secara serentak memilih presiden-wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD dan anggota DPRD kabupaten/kota banyak memiliki kekurangan.

Pertama, pemilu 2019 mengakibatkan banyak suara tidak sah dalam pemilu. Sebab, lima kertas suara yang digunakan membuat pemilih kurang cermat dalam mencoblos.

Kedua, pemilihan legislatif (DPR, DPD dan DPRD) kurang mendapat perhatian karena pemilih fokus kepada pemilihan presiden dan wakil presiden.

Ketiga, pemilu serentak pada 2019 dengan menggunakan lima kotak suara mengakibatkan ratusan petugas pemilu adhoc di lapangan meninggal dunia.

"Nah apalagi jika nanti pileg, lalu pilpres dilakukan di hari yang sama dengan pilkada, bisa dibayangkan (kondisinya)," tutur Titi.

Baca juga: MK Sarankan 6 Model Pelaksanaan Pemilu Serentak

Berdasarkan hal itu, kemudian merujuk kepada 6 format keserentakan pemilu yang dianjurkan oleh MK dalam putusannya, maka perludem mengusulkan model keserentakan pemilu yang dipisah antara nasional dengan lokal.

"Pemilu serentak nasional dan pemilu serentak daerah yang paling mendekati saran dan pertimbangan MK. Sebaiknya model pilpres, pileg dan pilkada dalam satu waktu dihindari oleh pembuat UU, " tegas Titi.

Dia pun menambahkan ada lima pertimbangan lain yang mendasari sikap Perludem.

Pertama, putusan MK yang menegaskan pilpres, pemilihan anggota DPD dan pemilihan anggota DPR yang tidak boleh dipisahkan.

Kedua, MK meminta bentuk keserentakan ini harus memperkuat sistem presidensial.

"Sistem presidensial yang dianut ini artinya bagaimana eksekutif di tingkat nasional punya dukungan yang kuat dari parlemen," kata Titi.

Keempat, pertimbangan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemilu.

Kelima, memastikan pemilih punya pilihan dan memberikan suaranya dengan cerdas.

Baca juga: Gugatannya Ditolak MK, Perludem: Sesungguhnya 90 Persen Dikabulkan

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com