Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dicecar soal Salah Ketik Omnibus Law Cipta Kerja, Yasonna: Dimasukkan ke DIM Saja

Kompas.com - 25/02/2020, 16:21 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dicecar pertanyaan terkait Pasal 170 Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang disebut salah ketik oleh pemerintah.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra Muhammad Syafii mempertanyakan, salah ketik dalam Pasal 170 dalam RUU Cipta Kerja.

Ia mengatakan, jika Pasal 170 itu merupakan keinginan pemerintah, lebih baik dinyatakan secara terbuka dalam forum rapat.

"Kalau memang itu (Pasal 170) benar keinginan pemerintah, harusnya dinyatakan saja. Terserah pada DPR mau diubah apa tidak, tapi memang itu usulan pemerintah seperti itu?," kata Syafii dalam rapat Komisi III dengan Kemenkumham di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2020).

Baca juga: Gerindra Minta Pemerintah Perbaiki Salah Ketik pada RUU Cipta Kerja

Namun, Yasonna tak menjawab secara jelas pertanyaan dari Syafi'i.

Ia hanya mengatakan, sebaiknya pasal tersebut dibahas bersama DPR dan dimasukan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

"Baik, untuk tidak berpanjang-panjang, dimasukan saja di DIM-nya saja Pak," ujar Yasonna.

Kemudian, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, Pasal 170 dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja bertentangan dengan konstitusi.

Baca juga: Kalau Pasal 170 Salah Ketik, Masa Bisa Sepanjang Itu...

Oleh karenanya, ia meminta Yasonna menjelaskan kesalahan ketik pada pasal tersebut.

"Khususnya Pasal 170, itu sangat jelas antidemokrasi, antikonstitusi, kalau Peraturan Pemerintah bisa mengubah UU, kita ingin penjelasan," kata Habib.

Yasonna mengatakan, Pasal 170 yang mengatur bahwa pemerintah dapat mengubah Undang-Undang melalui Peraturan Pemerintah (PP) perlu dibahas dengan DPR.

"Khusus soal PP ini diatur (dalam RUU Cipta Kerja) harus dikonsultasikan dengan DPR ya, jadi saya kira warning dan kesalahan, silakan dimasukan saja di DIM," pungkasnya.

Baca juga: Anggota Komisi III Ragukan Alasan Salah Ketik Pasal 170 RUU Cipta Kerja

Adapun berdasarkan penelusuran Kompas.com, Pasal 170 ayat 1 dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja berbunyi:

"Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini,".

Kemudian, pada Pasal 170 ayat 2 disebutkan bahwa perubahan ketentuan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Ayat berikutnya menyatakan dalam rangka penetapan peraturan pemerintah, pemerintah dapat berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Baca juga: Soal Salah Ketik di RUU Cipta Kerja, Wakil Ketua Baleg DPR Minta Pemerintah Jelaskan

Menko Polhukam Mahfud MD sebelumnya menanggapi aturan dalam draf Omnibus Law Cipta Kerja yang menyebut pemerintah bisa mencabut undang-undang (UU) lewat peraturan pemerintah (PP).

Menurut Mahfud, ada kemungkinan salah ketik terkait aturan itu.

"Kalau isi UU diganti dengan PP, diganti dengan perpres, itu tidak bisa. Mungkin itu keliru ketik atau mungkin kalimatnya tidak begitu. Saya tidak tahu kalau ada (aturan) begitu (di dalam draf)," ujar Mahfud di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (17/2/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com