JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengawasan Obat dan Makanan (POM) yang diajukan pemerintah hingga saat ini belum juga disahkan.
Berkaca pada omnibus law RUU Perpajakan, Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani meminta agar kajian mendalam dari bidang keilmuan farmasi dan gizi dilakukan untuk mempercepat proses pengesahannya.
“Saya ambil contoh omnibus law RUU Perpajakan yang sudah banyak kajiannya, padahal belum ada UU-nya. Kami mendorong teman-teman yang berasal dari bidang keilmuan farmasi dan gizi untuk membuat kajian dan tulisan yang diserahkan kepada Komisi IX sebagai upaya untuk mempercepat proses pembuatan RUU ini,” ujar Netty dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (18/2/2020).
Baca juga: Pembahasan RUU POM Tidak Carry Over, Pemerintah Dinilai Tak Serius
Netty mengatakan, RUU POM sangat penting agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memiliki wewenang tambahan yang memiliki wewenang lebih besar untuk melindungi masyarakat.
Apalagi, kata dia, temuan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki literasi sangat rendah terhadap obat dan makanan, serta mudah terperdaya dengan iklan produk yang mengandung unsur yang berbahaya.
Tak sedikit masyarakat yang keracunan karena salah mengonsumsi obat dan makanan.
“Karena itulah kami di masa sidang pertama kemarin sepakat memprioritaskan RUU POM ini karena sudah darurat," kata dia.
Saat ini, kata dia, DPR telah membentuk dua panitia kerja (panja), yaitu panja tata kelola obat dan tata kelola alat kesehatan.
Baca juga: Pada 2020, BPOM Akan Diperkuat Fungsinya, Mirip BPOM Amerika Serikat
Oleh karena itu, pihaknya pun mendorong pimpinan komisi agar kembali membicarakan posisi RUU POM untuk dilanjutkan kembali pembahasannya periode ini.
Adapun lanjutan pembahasan (carry over) periode 2019-2022 atas RUU tersebut tidak dilakukan.
“Pemerintah terkesan tidak serius dan setengah hati untuk meneruskan pembahasan RUU POM sebagai RUU carry over. Padahal RUU ini sangat penting dan memberikan perlindungan bagi masyarakat,” kata Netty.
Netty mengatakan, keputusan untuk tidak meneruskan pembahasan RUU tersebut terjadi karena saat rapat kerja antara Badan Legislasi (Baleg), pimpinan komisi, dan pemerintah terdapat dua suara.
Sebagian besar fraksi menyetujui pembahasan lanjutan, tetapi sebagian kecil menolak dengan catatan, termasuk pemerintah.
Hal itulah yang membuat RUU POM tersebut tidak dimasukkan ke dalam daftar carry over.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.