Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Anggap Hiendra Soenjoto Punya Hak Bohong agar Tak Hadiri Panggilan KPK

Kompas.com - 15/01/2020, 09:34 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto, Maqdir Ismail, menyebutkan bahwa kliennya punya hak berbohong untuk tak hadir panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Tersangka itu punya hak untuk berbohong, apalagi mereka juga punya hak untuk tidak mau hadir," ujar Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/1/2020).

Pernyataan Maqdir itu menanggapi eksepsi KPK yang menyebut Hiendra meminta sang istri, Lusi Indriati berbohong dengan menyampaikan kepada penyidik KPK bahwa dirinya tengah berada di Maluku.

Padahal, saat penyidik menggeledah kediamannya, Hiendra sedang berada di Jakarta. Hiendra saat itu sedang menuju rumahnya di Kompleks Sunter Indah, Jalan Sunter Indah VI, Blok HI/2 No 5, Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Baca juga: Percakapan Tersangka Hiendra Soenjoto dengan Istrinya Sebelum Melarikan Diri...

Maqdir menilai aneh terhadap anggapan KPK yang menyebut kliennya tidak koperatif.

Pasalnya, tidak hadir dalam panggilan atau mengajukan praperadilan merupakan hak.

"Sementara sekarang, kok dibilang enggak koperatif. Mereka datang siang-siang begini kooperatif, enggak kami bilang enggak koperatif," ucap Maqdir.

"Sementara hakim perintahkan mereka kemarin supaya mereka dateag pagi. Kalau itu yang kita bandingkan, ini enggak benar lagi kan," tuturnya.

Diberitakan, mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurachman mengajukan praperadilan terhadap KPK ke PN Jakarta Selatan.

Baca juga: KPK Nilai Tersangka Penyuap Nurhadi Tak Berhak Praperadilan karena Melarikan Diri

Nurhadi Cs melawan lembaga antirasuah berkaitan dengan penetapan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi pada pengurusan perkara di Mahkamah Agung tahun 2011-2016.

Adapun dalam gugatan ini terdapat tiga pemohon. Pemohon I adalah sang menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono.

Kemudian, Pemohon II Nurhadi dan Pemohon III Direktur PT Multicon Indrajaya Hiendra Soenjoto.

Secara keseluruhan, Nurhadi diduga melalui Rezky telah menerima suap dan gratifikasi dari Hiendra dengan nilai mencapai Rp 46 miliar.

Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT, dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com