JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mendukung wacana pembahasan rancangan undang-undang (RUU) tentang perbantuan TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP).
Menurut dia, pembahasan RUU ini penting untuk memberikan penjelasan mengenai sejauh apa legalitas TNI di dalam setiap kegiatan OMSP.
Dalam hal ini juga perlu diatur efektivitas struktur komando dan tanggung jawab di lapangan ketika OMSP dilaksanakan.
Dengan demikian, dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih dan saling lempar tanggung jawab ketika terjadi persoalan.
"Kalau tidak clear tentu akan susah," kata Choirul dalam sebuah diskusi di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Senin (23/12/2019).
Wacana pembahasan ini sebelumnya digagas anggota Komisi I DPR Farah Puteri Nahlia dalam diskusi yang sama.
Baca juga: Anggota Komisi I Usul Pemerintah dan DPR Bahas RUU Perbantuan TNI
Ia menilai, saat ini banyak OMSP yang dilakukan TNI tanpa adanya keputusan politik negara, dalam hal ini keputusan bersama antara pemerintah dan DPR.
OMSP, kata dia, hanya dilakukan berdasarkan nota kesepahaman atau MoU yang dibuat antara TNI dengan instansi baik kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah, bukan keputusan politik negara.
Berdasarkan catatan Imparsial, dalam 10 tahun terakhir, paling tidak ada 41 MoU yang telah dibuat TNI dengan berbagai pihak terkait dengan beragam variabel.
Choirul juga mengatakan, perlu ada batasan yang jelas di dalam setiap perbantuan yang dilakukan TNI.
Aturan yang ada saat ini di dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dinilainya baru sebatas mengatur jenis OMSP apa saja yang dapat dilakukan TNI.
Baca juga: MoU Perbantuan TNI dalam Penanganan Unjuk Rasa dan Kerusuhan Diperpanjang
Sementara itu, ketika terjadi pelanggaran yang dilakukan saat perbantuan diberikan, masing-masing pihak justru saling lempar tanggung jawab.
"Aturan main seperti ini tidak ada sehingga penting bagi kita mendukung RUU Perbantuan. Bagaimana pengendalian struktur dan tanggung jawab," ujar dia.
"Tanpa ada itu, orang sudah kerja keras dimintai tanggung jawab. Atau sebaliknya, orang minta perbantuan untuk urusi satu aspek saja, (realitanya) yang diurusi 10 aspek. Itu bisa rusak semua," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.