Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar UGM Sebut UU SDA Bersifat Diskriminatif Terhadap Masyarakat Adat

Kompas.com - 09/12/2019, 18:53 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Maria Soemardjono menilai undang-undang (UU) sektoral yang ada saat ini tak adil bagi masyarakat hukum adat (MHA).

Oleh karena itu, ia mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan rancangan undang-undang (RUU) Masyarakat Adat yang sudah masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.

Hal itu ia sampaikan dalam diskusi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bertajuk Menjelang 100 Hari Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf; Bagaimana Nasib RUU Masyarakat Adat? di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).

"Berbagai UU terutama UU sektoral menyinggung MHA dan hak ulayat tapi kalau dilihat satu sama lain tidak saling mendukung bahkan saling menegasikan. Oleh karena itu, disamping tak adil buat MHA, juga tak menyandingkan kepastian hukum sehingga yang dirugikan adalah MHA," kata Maria.

Baca juga: Masuk Prolegnas Prioritas 2020, RUU Masyarakat Adat Butuh Lobi Enam Kementerian

Maria mengatakan, berselisihnya norma-norma yang diatur dalam berbagai UU terkait masyarakat adat dan hak-haknya, dinilainya sangat sporadis dan sumir.

Contohnya adalah hak-hak MHA atas wilayah yang dimilikinya, dengan UU Kehutanan yang membuat mereka dituduh sebagai pelaku perusakan hutan.

"Sebetulnya permasalahannya itu apa? Ini masalah lama. Salah satu penyakitnya, norma yang tidak bersesuaian dengan yang lain," kata dia.

Baca juga: Banyak Kriminalisasi Masyarakat Adat dengan Tuduhan Pembakaran Hutan

Maria kemudian mencontohkan UU Sumber Daya Alam (SDA) yang sifatnya memberikan kesempatan para pemodal untuk melakukan hal-hal ekstraktif atau mengambil sumber daya secara langsung.

Namun, kata dia, sifat ekstraktif itu tak berlaku bagi MHA karena UU tak memberikan hak yang sama kepada mereka seperti halnya para pemodal itu.

"UU mengizinkan (pemodal mengambil SDA langsung) tapi UU tidak memberikan hak yang sama kepada MHA yang sebagian besar hidupnya tergantung SDA," kata Maria.

Baca juga: Aktivis: Pemerintah yang Pro Investasi Ancaman bagi Masyarakat Adat

Menurut Maria, hal tersebut terjadi sejak orde baru yang menggulirkan industrialisme dan yang terkena pertama kali adalah masyarakat adat.

Sebelum muncul UU bersifat sektoral, kata dia, industri ekstraktif tidak terlalu tampak. Namun semua itu berubah sejak UU sektoral muncul sekitar tahun 1967.

"UU-nya tak melindungi (MHA), malah bertentangan sehingga UU Masyarakat Adat penting untuk memberikan kepastian hukum tentang kedudukan dan keberadaan MHA agar bisa tumbuh kembang secara wajar," kata dia.

Baca juga: Temuan Komnas HAM: Masyarakat Adat Belum Rekam E-KTP hingga Sosialisasi bagi Penyandang Disabilitas Belum Maksimal

Melalui UU Masyarakat Adat, kata dia, MHA bisa melakukan hak-haknya seperti berpartisipasi dalam hak politik, sosial, ekonomi, serta memperkaya budaya nusantara.

Mereka juga bisa turut melestarikan kearifan lokal di beberapa tempat agar menjadi kebudayaan nasional, termasuk meminimalisir bencana.

Termasuk ikut meningkatkan  ketahanan sosial bagi masyarakat itu sendiri sebagai bagian dari ketahanan nasional.

Baca juga: Tak Ada Kejelasan, Pemerintah Dinilai Mengabaikan RUU Masyarakat Adat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com