PURWOKERTO, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengklaim bahwa pemilu serentak presiden dan legislatif mampu menekan biaya penyelenggaraan.
Ia membantah bahwa Pemilu Serentak 2019 tidak berjalan efektif dan efisien.
"Kalau Anda hitung benar, sebetulnya keserentakan itu mampu mendapatkan efektivitas dan efisiensinya," kata Arief kepada wartawan usai rapat kerja kesiapan pilkada dengan KPU Jawa Tengah di Java Heritage Hotel, Purwokerto, Jumat (29/11/2019).
Arief mengatakan, jika pilpres dan pileg diselenggarakan secara terpisah, biayanya justru jauh lebih besar. Sebab, KPU harus membuat tempat pemungutan suara (TPS) dua kali.
Begitu juga dengan honor Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus dibayar dua kali.
Baca juga: Ketua KPU Akui Penyelenggaraan Pemilu Masih Prosedural, Bukan Substansial
Padahal, anggaran pemilu 60 persen digunakan untuk membayar honor penyelenggara pemilu ad hoc itu.
"Kalau sekarang pilpres dan pileg jadi satu itu kan kita tinggal bayar sekali, KPPS bayar sekali, PPS sekali. Bayangkan kalau dua kali," ujar Arief.
Ke depan, untuk semakin menekan biaya penyelenggaraan pemilu, KPU menggagas rekapitulasi suara secara elektronik (e-rekap).
Jika metode tersebut diterapkan, nantinya tidak akan ada lagi rekpitulasi suara berjenjang dari daerah hingga ke tingkat pusat.
Rencananya, metode e-rekap bakal diterapkan di Pilkada 2020.
"Jadi begitu dikirim masuk tabulasi langsung dijumlah. Dokumen jadi hasil resmi," ucap Arief Budiman.
"Enggak perlu biaya rekap di kecamatan yang berhari-hari, di kabupaten, provinsi. Enggak perlu durasi menunggu penetapan hasil 35 hari, enggak perlu. Kita rancang targetnya paling lama 5 hari," kata Arief.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.