Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KKR Harus Jadi Ruang bagi Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu untuk Bicara

Kompas.com - 26/11/2019, 20:29 WIB
Kristian Erdianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari mengatakan, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang akan dihidupkan kembali oleh pemerintah harus menjadi ruang bagi korban pelanggaran HAM masa lalu atau keluarganya untuk bicara.

Ia menegaskan bahwa setelah KKR resmi dibentuk, keluarga korban perlu diberikan ruang untuk bersuara dan mengungkapkan keinginanya.

"Karena ada mekanisme KKR, maka kita harus berikan ruang bagi para korban. Kita harus dengarkan suara korban. Salah satunya yang bisa kita jadikan itu wadahnya adalah KKR," ujar Taufik saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Menurut Taufik, KKR harus menjadi wadah bagi korban dan keluarganya untuk memberikan kesaksian atas apa yang mereka alami.

Baca juga: KKR Dihidupkan Lagi, Mahfud Pastikan Keluarga Korban Kasus HAM Dilibatkan

Selain itu, KKR juga dapat meminta keterangan dari pihak-pihak terkait, misalnya Komnas HAM yang selama ini telah melakukan penyelidikan, maupun organisasi masyarakat sipil pegiat HAM.

Kemudian, KKR bisa melakukan verifikasi atau meminta keterangan terhadap terduga pelaku pelanggaran HAM.

Dengan demikian, kata Taufik, mekanisme pengungkapan kebenaran akan berjalan.

"Jadi yang paling penting adalah suara korban didengarkan, keinginan korban harus ditampung meskipun punya kesulitan ketika akan dibawa ke pengadilan," kata Taufik.

Kendati KKR akan kembali dihidupkan, namun Taufik menegaskan bahwa pemerintah harus tetap membuka peluang penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui jalur hukum atau pengadilan.

Menurut Taufik, penuntasan kasus HAM masa lalu melalui pengadilan perlu dilakukan untuk menghentikan praktik impunitas atau kejahatan yang terjadi tanpa ada penyelesaian melalui proses pemidanaan.

"Penuntasan kasus harus berjalan paralel. Tetap harus disediakan kemungkinan untuk mekanisme peradilan itu berjalan," tutur dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, wacana menghidupkan kembali KKR untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM pada masa lalu masih dibahas.

KKR pernah dibentuk tahun 2004 lalu untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Namun, KKR bubar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi pada 2006.

Berdasarkan penuturan Jaksa Agung ST Burhanuddin, saat ini terdapat 12 kasus pelanggaran HAM berat yang belum dituntaskan.

Sebanyak 8 kasus terjadi sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Baca juga: Kontras Berharap Komisioner KKR Nantinya Tak Punya Tendensi Politik

Kedelapan kasus tersebut adalah Peristiwa 1965, peristiwa Penembakan Misterius (Petrus), Peristiwa Trisaksi, Semanggi I dan Semanggi II tahun 1998, peristiwa Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa, Peristiwa Talangsari, Peristiwa Simpang KKA, Oeristiwa Rumah Gedong tahun 1989, Peristiwa dukun santet, ninja dan orang gila di Banyuwangi tahun 1998.

Sedangkan empat kasus lainnya yang terjadi sebelum terbitnya UU Pengadilan HAM, yakni peristiwa Wasior, Wamena dan Paniai di Papua serta peristiwa Jambo Keupok di Aceh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Nasional
Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Nasional
Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com