JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta Bupati Konawe memperbaiki dan menata ulang administrasi sejumlah desa yang bermasalah.
Selama masa perbaikan tersebut, Kemendagri bersama aparat kepolisian akan melakukan pengawasan.
Hal ini menyusul temuan Kemendagri atas investigasi 56 desa di Konawe, Sulawesi Tenggara, yang disebut-sebut sebagai desa fiktif.
"Seperti yang tadi saya sampaikan sesuai dengan MoU antara Mendagri dan Kapolri kita selesaikan secara administrasi. Kami berikan waktu nanti dalam waktu 60 hari," kata Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, Nata Irawan, di Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (18/11/2019).
Baca juga: Heboh Desa Fiktif, Mendagri Akan Surati Kepala Daerah untuk Tata Ulang Desa
Hasil investigasi Kemendagri terhadap 56 desa yang diduga fiktif menemukan bahwa tidak ada desa fiktif.
Keseluruhan desa nyata keberadaannya, tetapi pembentukannya cacat hukum.
Pasalnya, landasan hukum yang menjadi dasar pembentukan desa, yaitu Perda Nomor 7 Tahun 2011, dibentuk tidak melalui mekanisme dan tahapan di DPRD.
Dari 56 desa itu, didapati fakta bahwa 34 desa memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai desa.
Selanjutnya, 18 desa masih perlu pembenahan dalam aspek administrasi dan kelembagaan serta kelayakan sarana prasarana desa.
Baca juga: Usai Investigasi Desa Fiktif, Kemendagri Minta Bupati Konawe Evaluasi Perda Bermasalah
Sedangkan, empat desa yaitu Desa Arombu Utama Kecamatan Latoma, Desa Lerehoma Kecamatan Anggaberi, Desa Wiau Kecamatan Routa, dan Desa Napooha Kecamatan Latoma, didalami lebih lanjut karena ditemukan inkonsistensi data jumlah penduduk dan luas wilayah desa.
Hasilnya, dari empat desa itu, dua desa yaitu Desa Wiau dan Desa Napooha masih perlu pendalaman hukum secara intensif.
Nata mengatakan, jika selama 60 hari belum ada perbaikan, atas izin mendagri, aparat hukum bakal mengambil langkah.
Jika masalah tak terselesaikan, kepala daerahlah yang harus bertanggung jawab.
"Tadi sudah saya sampaikan juga kepada inspektur jenderal supaya inspektur khusus turun ke lapangan berkoordinasi dengan inspektur provinsi, inspektorat provinsi, inspektorat kabupaten dan menyelesaikan catatan-catatan persoalan tersebut. Kalau ini tidak juga di ambil langkah maka bupati harus mempertanggungjawabkan perbuatannya," ujar Nata.
Baca juga: Investigasi Desa Fiktif oleh Kemendagri Rampung, Ini Hasilnya...
Sementara itu, Direkrtur Penataan dan Administrasi Pemerintahan Desa Kemendagri Aferi Syamsidar Fudail menambahkan, tim aparat pengawas internal pemerintah (APIP) terus bergerak untuk melakukan pembinaan desa sekaligus penataan.
Seandainya ditemukan indikasi perbuatan pidana dalam persoalan ini, aparat tidak akan menunggu 60 hari untuk mengambil tindakan.
"Kalau nyata-nyata itu perbuatan pidana itu, nggak ada alasan untuk mengatakan menunda 60 hari. Kalau dalam kerangka tata keklola itu kita mengikuti," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.